Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/05/2021, 22:50 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Panutan S Sulendrakusuma mengatakan, tidak ada perbedaan pendapat antara Presiden Joko Widodo dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur sipil negara (ASN).

Menurutnya, pemerintah satu suara mengacu pada regulasi yang sama, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 42 Tahun 2021.

“Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara Presiden dengan Menkeu terkait THR ASN,” ujar Panutan, dikutip dari keterangan pers, Rabu (5/5/2021).

Baca juga: PNS Mengeluh THR Kecil, Mendagri: Syukurilah Apa yang Ada

Panutan menjelaskan, PMK Nomor 42 Tahun 2021 merupakan juknis bagi PP Nomor 63 Tahun 2021.

"Oleh karena itu isinya dijamin konsisten. Bahkan, tidak ada perbedaan antara dua regulasi tersebut," tegasnya.

Meski begitu, seperti regulasi lainnya, selalu ada diskusi antara pihak-pihak terkait sebelum diputuskan dalam sidang kabinet dan diformalkan dalam bentuk regulasi.

“Dalam proses diskusi tersebut, mungkin saja ada perbedaan ide. Itu hal yang sangat normal,” tutur dia.

Baca juga: THR PNS 2021, Petisi Online, dan Respons Pemerintah

Panutan mengatakan, PP Nomor 63 dan PMK Nomor 42 berlaku umum.

Sehingga, semua ASN di berbagai kementerian/lembaga menerima THR dengan mengikuti ketentuan yang sama.

“Tidak ada keistimewaan bagi kementerian/lembaga tertentu,” ungkapnya.

Panutan merinci, sesuai regulasi dalam PP maupun PMK, semua ASN menerima THR yang tidak ada komponen tunjangan kinerja di dalamnya.

Ia menjelaskan alasan tidak dimasukkannya tunjangan kinerja ke dalam komponen THR 2021 dan 2020 sebagaimana dijelaskan oleh Menkeu.

Baca juga: Polemik THR PNS yang Dipotong...

Menurut Panutan, penyebab utamanya adalah kondisi keuangan negara yang tengah mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.

“Sehingga tidak bijaksana jika kita membandingkannya dengan THR 2019. Kita semua tahu, tahun 2019 merupakan kondisi sebelum Covid-19,” ujar Panutan.

Panutan juga menyampaikan, pemerintah melihat petisi online THR ASN 2021 secara proporsional. Di satu sisi, itu merupakan bagian dari demokrasi, serta menjadi masukan bagi pemerintah.

“Kita hormati itu. Akan tetapi, di sisi lain, kita memang tidak bisa memuaskan keinginan semua orang, dalam hal ini ASN,” kata Panutan.

"Tapi kalau tuntutannya adalah THR seperti tahun 2019 (sebelum Covid-19), itu kurang bijak dan kurang realistis,” tambahnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Nasional
Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Nasional
Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Nasional
KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Nasional
Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Nasional
Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Nasional
Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Nasional
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Nasional
900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

Nasional
Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Nasional
Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Nasional
PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

Nasional
Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Nasional
KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com