JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir meminta masyarakat dan pemerintah tak terlampau optimistis dengan kondisi Covid-19 di Tanah Air.
Sebaliknya, ia menyarankan supaya pemerintah menyiapkan skenario terburuk terkait hal ini, seandainya terjadi pandemi gelombang kedua.
"Saran saya sebenarnya kita jangan terlalu optimis dengan apa yang terjadi sekarang, tetapi harus mempersiapkan worst (case) scenario," kata Sulfikar dalam acara Rosi yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (29/4/2021) malam.
"Gelombang kedua itu pasti terjadi, sekarang bagaimana caranya supaya pemerintah mempersiapkan diri untuk memasuki gelombang kedua," tuturnya.
Baca juga: Angka Kematian Pasien Covid-19 Stagnan, Satgas Perintahkan Upaya Penurunan
Sulfikar mengingatkan bahwa saat ini pandemi gelombang kedua tengah terjadi di India. Kasus Covid-19 di Negeri Anak Benua itu melonjak tajam setelah sebelumnya mengalami penurunan.
Berkaca dari kasus tersebut, pemerintah diminta melakukan langkah antisipatif.
Supaya, seandainya terjadi pandemi Covid-19 gelombang kedua di Indonesia, lonjakan kasusnya tak separah seperti di India.
"Yang kita hindari adalah bagaimana supaya gelombang kedua itu tidak seekstrem di India, jadi harus ada persiapan yang matang," ujar Sulfikar.
Baca juga: Cerita WNI soal Situasi Mencekam di India, Lockdown, hingga Krisis Oksigen
Sulfikar menyebut, pembatasan mobilitas masyarakat saja tidak cukup.
Hal ini harus dibarengi dengan peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan sekaligus penguatan perlindungan terhadap tenaga kesehatan.
Vaksinasi Covid-19 juga harus terus dikebut. Sulfikar mendorong agar pengembangan vaksin dalam negeri terus dilakukan supaya Indonesia tak mengalami kekurangan stok vaksin.
"Saya tidak yakin Indonesia mampu mencapai herd immunity tahun ini karena jumlah pasokan vaksin kita terbatas," ucapnya.
Baca juga: Cerita Jokowi Telepon Menteri Kesehatan India, Tanya soal Strategi Micro Lockdown
Selain itu, yang tak kalah penting yakni konsistensi kebijakan dari pemerintah pusat hingga daerah.
Sulfikar meminta para pemangku kepentingan membuat kebijakan yang pasti dan tidak berubah-ubah sehingga menyebabkan kebingungan masyarakat.
"Kalau pemerintahnya tidak konsisten pejabat A bilang tidak boleh mudik, pejabat B bilang boleh mudik, akan terjadi kesimpangsiuran. Jadi perlu konsistensi dari atas ke bawah sehingga masyarakat itu bisa disiplin," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.