JAKARTA, KOMPAS.com – Kedekatan antara Presiden Joko Widodo dengan Putra Mahkota Abu Dhabi Pangeran Mohammed Bin Zayed kembali terlihat setelah pemerintah mengganti nama Jalan To Jakarta-Cikampek II Elevated atau Jalan Tol Layang Japek, menjadi Jalan Layang Syeikh Mohammed Bin Zayed (MBZ).
Pemerintah pada Senin (12/4/2021) telah meresmikan pergantian nama Jalan Tol Layang Japek menjadi Jalan Layang Syeikh Mohammed Bin Zayed (MBZ).
Penamaan jalan di Indonesia dengan menggunakan nama Mohammed Bin Zayed merupakan balasan atas penamaan jalan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), yang telah menggunakan nama Jokowi, yakni Joko Widodo Sreet.
Baca juga: Mohammed bin Zayed, Pemimpin Arab Paling Berpengaruh yang Namanya Dipakai untuk Tol Layang Japek
Kendati demikian, sejatinya kedekatan hubungan antara Jokowi dan Mohammed Bin Zayed sudah terbangun sebelum nama Jokowi diabadikan sebagai nama jalan di Abu Dhabi.
Jokowi dan Mohammed Bin Zayed sudah pernah saling mengunjungi sebelumnya. Mohammed Bin Zayed tercatat pernah datang ke Istana Bogor, Jawa Barat, pada 24 Juli 2019.
Jokowi pun pernah berkunjung ke Abu Dhabi dan bertemu Mohammed Bin Zayed pada 12 Januari 2020.
Berikut potret kedekatan antara Jokowi dan Mohammed Bin Zayed dan gaya diplomasi di antara keduanya yang terangkum oleh Kompas.com.
Nama Presiden Jokowi diabadikan menjadi nama jalan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) Peresmian President Joko Widodo Street dipimpin oleh Chairman Abu Dhabi Executive Office Sheikh Khalid bin Mohammed bin Zayed Al Nahyan pada Senin (19/10/2020) pukul 16.45 waktu setempat.
Baca juga: Usai Jalan Layang MBZ, UEA Berencana Investasi di Sektor Pendidikan hingga Ritel
Penamaan Jalan Presiden Joko Widodo merefleksikan hubungan erat RI – UEA, sekaligus bentuk penghormatan Pemerintah UEA kepada Jokowi dalam memajukan hubungan bilateral kedua negara.
Jalan Presiden Joko Widodo terletak di salah satu ruas jalan utama, yang membelah ADNEC (Abu Dhabi National Exhibition Center) dan Embassy Area. Kawasan itu ditempati sejumlah kantor perwakilan diplomatik.
Nama jalan ini sebelumnya adalah Al Ma’arid Street (dalam bahasa Indonesia artinya ekshibisi/pameran) yang menghubungkan Jalan Rabdan dengan Jalan Tunb Al Kubra.
Berikutnya giliran Mohammed Bin Zayed yang namanya diabadikan menjadi nama jalan di Indonesia. Nama Mohammed Bin Zayed dipakai untuk menamai Jalan Tol Layang Japek.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno meresmikan Jalan Layang Mohamed bin Zayed (MBZ), pada Senin (12/4/2021).
Peresmian ini ditandai dengan penekanan tombol sirene yang dilakukan oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Duta Besar RI untuk UEA Hasan Bagis, serta Duta Besar Uni Emirat Arab (UEA) untuk Indonesia Abdullah Salem Obeid Al Dhaheri.
Baca juga: Naik Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek, Sekarang Sebut Tol Layang MBZ
Nama Mohammed Bin Zayed menjadi nama Jalan Tol Layang Japek sebagaimana tertuang dalam Surat Izin Menteri PUPR Nomor BM.07.02-Mn/635, tertanggal 8 April 2021.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Subakti Syukur mengatakan, penggantian nama Tol Layang Japek menjadi Jalan Layang Mohamed Bin Zayed merupakan permintaan resmi dari Sekretariat Presiden Republik Indonesia.
Karena penggantian nama ini merupakan permintaan resmi, Jasa Marga selaku pengelola tol layang ini siap melaksanakan perintah.
Untuk diketahui, Mohamed bin Zayed atau nama lengkapnya Mohamed bin Zayed bin Sultan Al Nahyan merupakan Pangeran mahkota Abu Dhabi dan deputi komandan tertinggi Pasukan Angkatan Darat Uni Emirat Arab (UEA).
Nama Mohammad Bin Zayed dikenal publik Indonesia setelah Presiden Jokowi memberi kepercayaan kepadanya untuk menjadi Ketua Dewan Pengarah Pembangunan Ibu Kota Baru.
Saat berkunjung ke Indonesia pada Juli 2019, Mohammed Bin Zayed pernah berjanji kepada Jokowi akan membangunkan masjid.
Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Mengabadikan MBZ Jadi Nama Jalan Layang
Janji tersebut ternyata benar-benar direalisasikan Mohammed Bin Zayed. Sebulan setelah kunjungannya ke Indonesia, tim kepresidenan langsung meninjau beberapa lokasi calon pembangunan masjid.
Akhirnya dipilihlah bekas Depo dan SPBU Pertamina di Gilingan, Banjarsari, Solo sebagai lokasi masjid. Luas lahan di lokasi tersebut mencapai 2,9 hektare.
Mereka saat itu mengukur arah kiblat yang melibatkan Kementerian Agama (Kemenag) Solo, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, NU dan Tim Falakiyah Kemenag RI.
"Kita hari ini menentukan arah kiblat. Kami mengundang tokoh Muhammadiyah, NU, MUI, agar semuanya di sini tidak ada simpang siur. Kita tahu masyarakat Indonesia itu majemuk. Biar nanti tidak salah dalam penentuan arah kiblat masjid," kata utusan Dubes RI untuk UEA Husin Bagis, Setyo Wisnu Broto, Selasa (20/8/2019).
Wisnu saat itu menyebut bahwa desain masjid di Solo akan dibuat semirip mungkin dengan Sheikh Zayed Grand Mosque Abu Dhabi. Desain yang dibuat Pangeran UEA itu sebetulnya memiliki hak intelektual yang dilarang ditiru.
"Desain itu sebenarnya punya hak intelektual sama pangeran diberikan untuk Indonesia," papar Wisnu.
Adapun peletakan batu pertama yang menandakan dimulainya proses pembangunan masjid tersebut berlangsung pada 6 Maret.