Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Sejak 2015 Banyak Tim Bentukan Pemerintah untuk Selesaikan Kasus HAM Berat, tapi Berakhir Tak Jelas

Kompas.com - 09/04/2021, 13:22 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan, sejak tahun 2015, pemerintah banyak membentuk tim dan menghasilkan ide untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat tapi berakhir tanpa kejelasan.

Menurut Staf Advokasi Kontras Tioria Pretty menyebut sejak lima tahun lalu, melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sudah membuat 4 tim penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.

Namun, hasil kerja dari tim tersebut kerap tidak jelas dan justru mendapatkan penyangkalan sendiri dari pemerintah.

“Di tahun 2015, Jaksa Agung mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat akan diselesaikan Komite Rekonsiliasi, itu tidak terbuka dan membicarakan penyelesaian di luar hukum. Padahal yang bicara adalah penegak hukum yaitu Jaksa Agung. Jadi ini offside berat,” sebut Pretty dalam diskusi virtual Kontras, Kamis (8/4/2021).

Baca juga: Unit Kerja Presiden Terkait Pelanggaran HAM Berat Disebut untuk Pulihkan Hak Korban

Pada tahun yang sama, sambung Pretty, pemerintah melalui Kejagung, Kemenkopolhukam, dan Kemenkumham membentuk komite pengungkapan kebenaran.

Namun, ia menilai tujuan akhir komite ini sama dengan Komite Rekonsiliasi bentukan Kejagung tadi.

“Ya itu bicara permintaan maaf tanpa adanya langkah lanjutan untuk memastikan pemenuhan keadilan, pengungkapan keadilan, reparasi, keberulangan, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Di tahun 2016, pemerintah melalui Menko Polhukam saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan mengadakan Simposium Nasional untuk Tragedi 1965.

Baca juga: Aktor Kunci Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Justru Melawan Orangtua Korban di Meja Pengadilan

Pretty bercerita, hasil rekomendasi simposium tersebut menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara, dan negara harus melakukan permintaan maaf pada korban.

“Tapi sayangnya kesimpulan yang dikeluarkan simposium ini diingkari sendiri oleh penggagasnya yaitu Menkopolhukam saat itu Pak Luhut Binsar Pandjaitan,” kata dia.

Pada tahun tersebut, jabatan Menko Polhukam kemudian berganti ke Wiranto. Pretty menuturkan, di era ini Wiranto menginisiasi konsep rekonsiliasi dengan membentuk Dewan Kerukunan Nasional.

“Nah Dewan Kerukunan Nasional ini juga menitikberatkan pada rekonsilasi tanpa pengungkapan kebenaran, juga enggak jelas. Ya rekonsilisiasi tersebut apa, apa yang direkonsiliasi kalau negara tidak mau mengakui apa yang sebenarnya terjadi,” imbuhnya.

Baca juga: Perlunya Jokowi Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Terakhir, di tahun 2018, Wiranto juga membentuk tim terpadu untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat.

Meski pemulihan sempat dikatakan dengan membangunkan jalan, masjid, dan berbagai fasilitas untuk para korban pelanggaran HAM berat, Pretty menyebut bahwa itu merupakan kewajiban negara pada semua warga negaranya.

Menurut Pretty, jika mengacu pada teori pemulihan pelanggaran HAM berat, harus ada pengakuan terlebih dahulu bahwa peristiwa yang terjadi adalah kesalahan dari negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com