Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Demokrat, BW Nilai jika Kubu KLB Diakomodasi Terjadi Brutalitas Demokratik

Kompas.com - 12/03/2021, 13:34 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Tim Pembela Demokrasi yang dibentuk Partai Demokrat, Bambang Widjojanto (BW) mengatakan, terjadi brutalitas demokrasi jika kongres luar biasa (KLB) yang digelar kubu kontra-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) diakomodasi.

Ia mengatakan, KLB yang digelar oleh pihak-pihak yang telah dipecat dari Partai Demokrat sebetulnya merupakan bentuk serangan terhadap negara, bukan hanya satu partai semata.

"Kalau kemudian ini diakomodasi, difasilitasi, tindakan-tindakan seperti ini, ini bukan sekadar abal-abal, ini brutalitas demokratik terjadi di negara ini pada periode kepemimpinannya Pak Jokowi," kata BW di PN Jakarta Pusat, Jumat (12/3/2021), dikutip dari tayangan Kompas TV.

Baca juga: Beda Dualisme Demokrat dengan Partai Lain, Libatkan Pejabat Istana yang Bukan Kader

Menurut BW, kasus yang sedang menimpa Partai Demokrat saat ini tidak hanya mengancam partai tetapi juga masyarakat, bangsa, dan negara.

Bambang Widjojanto menuturkan, kasus ini bukan main-main karena ada nama pejabat negara yakni Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang terlibat dalam kisruh tersebut.

Selain itu, lanjut BW, kisruh yang terjadi saat ini tidak hanya telah melanggar AD/ART Partai Demokrat tetapi juga konstitusi negara yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis.

Baca juga: Digandeng Demokrat Ajukan Gugatan Terkait KLB, BW: Ini Masalah Fundamental

BW pun menyebut kasus Partai Demokrat ini merupakan bentuk demokrasi tengah dihancurkan dan dilululantakkan sehingga ia merasa terpanggil saat diminta menjadi anggota tim kuasa hukum Partai Demokrat.

"Saya merasa ada masalah fundamental yang sekarang hari ini sedang ada di dalam bangsa ini. Apa itu, kalau hak orpol (organisasi politik) yang diakui secara sah saja bisa diobok-obok dengan brutal kayak begini, maka kemudian sebenarnya kita, negara kita itu sedang terancam," kata BW.

Diberitakan sebelumnya, Partai Demokrat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap sepuluh orang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra belum mengungkap nama-nama sepuluh orang yang menjadi tergugat dalam gugatan tersebut.

Baca juga: Demokrat Ajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap 10 Tergugat

Namun, ia mengatakan, para tergugat dinilai telah melanggar sejumlah aturan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 hingga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.

"Satu, mereka itu melanggar konstitusi partai yang diakui oleh negara. Yang kedua, mereka itu juga melanggar konstitusi negara tepatnya Undang-Undang Dasar 19445 Pasal 1 karena Indonesia ini adalah negara hukum yang demokratis," ujar Herzaky.

Herzaky melanjutkan, para tergugat juga dinilai melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Partai Politik, salah satunya ketentuan dalam Pasal 26 UU Partai Politik.

"Bahwa kader yang telah diberhentikan atau kader yang telah dipecat tidak dapat membentuk kepengurusan ataupun membentuk partai politik lagi yang sama dengan yang mereka dipecat, itu Undang-Undang Partai Politik," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com