JAKARTA, KOMPAS.com – Dualisme yang terjadi di Partai Demokrat menjadi bahan perbincangan publik lantaran dinilai berbeda dengan konflik yang terjadi partai lain yang pernah ada.
Pasalnya pembelahan di Partai Demokrat terjadi bukan antara sesama kader melainkan pihak internal dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai pihak eksternal.
Status Moeldoko sebagai pejabat Istana Kepresidenan yang terang-terangan terlibat dalam dualime Demokrat juga mengundang reaksi negatif dari akademisi, pengamat politik, hingga pimpinan partai lain.
Baca juga: Digandeng Demokrat Ajukan Gugatan Terkait KLB, BW: Ini Masalah Fundamental
Adapun dualisme di partai politik Indonesia bukan hal baru. Ia pernah menimpa sejumlah partai mulai dari PDI-P, PKB, Golkar, PPP, Partai Hanura, hingga Partai Berkarya. Di semua partai itu, dualisme terjadi di antara sesama kader.
Di PDI-P yang dulunya bernama PDI di era Orde Baru, terjadi dualisme antara kubu Megawati Soekarnoputri dan Suryadi.
Mulanya konflik terjadi setelah Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI lewat kongres di Surabaya, Jawa Timur.
Namun pada 1996, kubu yang tak sepaham dengan Megawati mendapuk Suryadi kebagai Ketua Umum PDI.
Kongres yang menetapkan Suryadi sebagai Ketua Umum PDI disinyalir mendapat restu dari pemerintah. Namun dualisme tersebut tetap terjadi antara Megawati dan Suryadi yang sama-sama berstatus kader PDI.
Baca juga: Demokrat Ajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap 10 Tergugat
Kala Orde Baru runtuh, PDI yang dipimpin Megawati yang justru semakin bertumbuh meski berganti nama menjadi PDI-P.
Kemudian dualisme di PKB yang terjadi dua kali antara Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dengan Matori Abdul Djalil dan Muhaimin Iskandar juga terjadi di antara sesama kader dan tak melibatkan pejabat di Istana.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.