JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan calon bupati dan wakil bupati Sabu Raijua nomor urut 1, Nikodemus N Rihi Heke dan Yohanis Yly Kale menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedatangan mereka ke MK diwakili kuasa hukum untuk menyerahkan berkas gugatan sengketa pilkada terkait polemik kewarganegaraan Bupati terpilih, Orient Patriot Riwu Kore.
"Mengajukan permohonan pembatalan paslon nomor 2 Pak Orient. Kami berharap MK bisa memberikan terobosan hukum," kata anggota tim kuasa hukum Adhitya Nasution seperti dilansir dari Antara, Rabu (17/2/2021).
"Bisa memberikan keadilan terlepas dari kekurangan dalam permohonan kami, seperti tenggat waktu, ya, supaya dikesampingkan dulu," ujar dia.
Baca juga: Bawaslu Minta Mendagri Tak Lantik Bupati Sabu Raijua Terpilih Orient Riwu Kore
Adapun jangka waktu pendaftaran perkara Pilkada 2020 sudah ditutup. MK kini sedang melaksanakan sidang putusan sela untuk beberapa perkara sengketa pilkada.
Adhitya menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan soal selisih suara atau kemenangan Orient.
Ia mengaku hanya ingin mendapat kepastian hukum terkait dugaan pelanggaran yang bersangkutan terkait masalah dwikewarganegaraan yang disangkakan pada Orient.
"Kami tegaskan bahwa kami tidak pernah mempermasalahkan selisih suara atau kemenangan. Jadi kenapa kami tidak melakukan upaya hukumnya karena kami menganggap ketentuannya semua sudah diatur," kata dia.
"Tapi, setelah diklarifikasi oleh Bawaslu maka saya rasa sudah tepat kami ajukan ke MK," ucap dia.
Tidak hanya itu, tim kuasa hukum juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera memutuskan perkara soal dugaan kewarganegaraan Orient, sehingga jika perlu pemilu ulang bisa segera dilaksanakan.
Baca juga: Kemenkumham Akan Minta Klarifikasi Bupati Terpilih Orient Riwu soal Status Kewarganegaraan
Sementara itu, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, pihaknya tetap menerima berkas permohonan Nikodemus-Yohanis.
Menurut dia, secara teknis kepaniteraan MK tidak boleh menolak berkas permohonan.
"Soal penilaian hukum atas permohonan itu, nanti sepenuhnya merupakan kewenangan majelis hakim," kata Fajar kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2021).
Ia mengatakan, saat ini perkara tersebut sedang dalam proses untuk bisa masuk ke Buku Registrasi Elektronik Perkara Konstitusi (e-BPRK).
Menurut dia, hanya yang masuk e-BRPK yang bisa lanjut untuk disidangkan.