ELECTRONIC Traffic Law Enforcement (ETLE) atau yang lebih dikenal dengan istilah tilang eletronik melalui CCTV telah berlaku di sejumlah jalan utama di Ibu Kota.
Setiap hari rata-rata ada 600 pelanggar yang mendapat kiriman “surat cinta” dari polisi ke rumah masing-masing. Jumlah ini jauh di bawah angka pelanggaran yang terjadi di lapangan, puluhan ribu pelanggaran.
Di ruas CCTV terbatas di Jalan Sudirman-Thamrin, sebagian MT Haryono, dan Gatot Subroto tercatat ada 30 ribu pelanggaran setiap hari. Tapi, yang mendapat surat tilang yang dikirim ke alamat pelanggar hanya 600. Dipilih acak dari sistem.
Mungkinkah sistem ini akan berjalan penuh ke depan?
AIMAN mengupasnya termasuk ke lembaga peradilan yang akan dilewati prosesnya. Dalam sitem ini, rantai penyelesaian tilang akan lebih ringkas: bayar di ATM (Anjungan Tunai Mandiri), masuk ke kas negara, dan selesai.
Tidak ada pertemuan dengan petugas, apakah itu polisi, petugas kejaksaan, atau peradilan.
ETLE memang sudah diberlakukan sejak 2018 lalu. Namun, pergerakannya dirasa masih lamban, entah mengapa.
Sampai saat ini baru 3 provinsi yang memberlakukan sistem ini, yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Itu pun baru sebagian kecil di jalan-jalan utama kota.
Wacana atas sistem ini kembali mengemuka saat calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menyampaikannya saat uji kepatutan di kelayakan di DPR. Menurut Listyo, ke depan polisi lalu lintas tidak akan melakukan tilang di jalan raya. Polisi hanya akan fokus mengatur lalu lintas.
Tilang dilakukan dengan menggunakan kamera canggih yang terpasang satu set dengan perangkat lunak seperti yang sekarang ini sudah diberlakukan di sejumlah jalan meski masih minim.
"Khusus di bidang lalu lintas, penindakan pelanggaran lalu lintas secara bertahap akan mengedepankan mekanisme penegakan hukum berbasis elektronik atau ETLE," kata Listyo, Rabu 20/1/2021 di gedung DPR, Jakarta.
"Jadi ke depan, saya harapkan anggota lalu lintas turun di lapangan kemudian mengatur lalin yang sedang macet dan tidak perlu melakukan tilang," jelas Listyo.
Program AIMAN yang tayang Senin pukul 20.00 akan mengupas tuntas soal ini. tuntas. AIMAN mendatangi dua pusat kendali operasi ETLE, pertama di NTMC POLRI lalu kedua di wilayah yang melakukan penegakan hukum lewat ETLE, yakni TMC Polda Metro Jaya.
Bersama sejumlah pejabat Korlantas Polri AIMAN melihat langsung kamera CCTV dan mendapat penjelasan tentang bagaimana sistem ini bekerja.
Kamera CCTV ini memang canggih. Ada fitur yang menurut saya spektakuler yang disebut flash atau blitz. Fitur ini bisa menembus ruang dalam mobil dan membuat profiling pengemudi dan penumpang, terutama di bagian depan. Luar biasa.
Ini bisa menjadi pengembangan ke depan, bukan hanya soal lalu lintas, tapi juga pencegahan tindak kriminal di jalan raya. Saya melihat sendiri wajah pengemudi dan penumpang di bagian depan terlihat sangat jelas.
Pelanggar tidak mungkin bisa mengelak saat menerima kiriman surat tilang ke alamat yang tertera di STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan). Semuanya jelas. Ada sejumlah foto yang menunjukkan pelanggaran termasuk videonya. Telak.
Semua akan ditayangkan lengkap di program AIMAN.
Sistem ini sangat efektif. Pertanyaannya, kenapa setelah 2 tahun sistem ini tidak juga diberlakukan dalam skala yang lebih luas?
Saya bertanya kepada pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo. Ia mengatakan, jika ETLE ini diberlakukan secara luas maka perubahan raksasa akan terjadi: hilangnya praktik suap.
Jika ETLE berlalu maka tidak akan ada pertemuan antara petugas dan pelanggar; tidak ada pertemuan antara pelanggar dan petugas di pengadilan maupun pengambilan surat di kantor Kejaksaan Negeri.
Pertemuan antara pelanggar dan petugas adalah ruang yang berpotensi terjadinya suap. Calo-calo beserta seluruh jaringannya di pengadilan dan kejaksaan akan hilang. Barangkali tidak ada yang suka dengan perubahan ini.
Sudah jadi rahasia umum bahwa para calo tetap berkeliaran meskipun spanduk besar betuliskan “Jangan Menggunakan Calo” terpampang di sana sini.
Saya menghubungi Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) yang juga Hakim Agung Andi Samsan Nganro untuk menanyakan soal ini.
Ia mengatatakan, saat ini para pelanggar lalu lintas tidak perlu datang ke pengadilan negeri, cukup membayar di ATM.
"Kami mendukung sepenuhnya ETLE ini. Bahkan, kami sudah menerapkan pelanggar tak perlu datang sebagai bentuk tak perlu bertemunya pelanggar dengan petugas pengadilan," kata Andi Samsan Nganro.
Masalahnya, menurut Perma (Peraturan MA), ada sejumlah kasus pelanggaran lalu lintas yang harus tetap disidangkan bila ada sengketa. Misalnya, ada kasus di mana pelanggar tidak menerima dugaan pelanggaran tersebut.
“Tentu kasus-kasus seperti ini tak bisa dihindarkan," ujar Andi.
Betul bahwa penerapan E-TLE memang tidak bisa menyeselesaikan seluruh kasus pelanggaran lalu lintas. Namun, ada banyak hal yang bisa diselesaikan dengan sistem ini.
Saya pribadi menduga, akan sangat kecil sengketa yang terjadi dari kasus-kasus pelanggaran ringan lalu lintas seperti menerobos lampu lalu lintas, melanggar marka jalan, tidak menggunakan sabuk pengaman, bahkan hingga kasus yang berat dan berujung pidana seperti penggunaan plat nomor palsu.
Mengapa? Karena foto dan video yang diproduksi CCTV jalanan ETLE sungguh jelas. Tak mungkin bisa mengelak.
Mau coba melanggar?
Siap-siap dikirimi surat. Tak perlu bertemu petugas polisi, hakim, dan jaksa. Hanya perlu membaca dan membayar di ATM. Jika tidak, dijamin kendaraan Anda tidak akan bisa diperpanjang pajaknya!
Saya Aiman Witjaksono.
Salam.