JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani menilai, wajar jika Pasal 2 huruf d dalam Maklumat Kapolri terkait Front Pembela Islam (FPI) menuai kritik dari elemen masyarakat.
Pasal tersebut berbunyi "masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial".
Ia mengatakan, kritik dari elemen masyarakat tersebut menunjukkan agar rumusan Pasal 2 huruf d tersebut tidak menjadi aturan yang bersifat "karet" di lapangan.
Baca juga: Sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil Sebut Maklumat Kapolri Soal FPI Batasi HAM
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita kritis dan menginginkan agar perumusan sebuah kebijakan itu jelas batas-batasnya," ujar Arsul saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (2/1/2021).
"Tidak bersifat 'karet' yang memberikan peluang bagi anggota Polri di lapangan untuk menafsirkannya sendiri," kata dia.
Oleh karenanya, Arsul meminta maklumat Kapolri terkait FPI tersebut diperbaiki rumusan kalimatnya.
Selain itu, Arsul menyarankan, sebelum disampaikan ke masyarakat, Polri meminta pandangan ahli hukum terkait isi maklumat Kapolri tersebut.
"Atau paling tidak dijelaskan oleh Mabes Polri tentang cakupan subyek yang dituju oleh Maklumat tersebut, apakah termasuk media," ucapnya.
Baca juga: Polri Jelaskan Soal Larangan Konten FPI dalam Maklumat Kapolri
Lebih lanjut, Arsul mengatakan, Polri perlu memberikan penjelasan lebih lanjut terkait aturan tersebut, dikarenakan selain berpotensi adanya aturan 'karet', juga akan menimbulkan perdebatan terkait kedudukannya dalam hierarki perundang-undang di Indonesia.
"Sebagaimana diatur dalam UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, jika nantinya dijadikan sandaran untuk melakukan penindakan hukum," kata dia.
Sebelumnya, Maklumat Kapolri menimbulkan kontroversi bagi sejumlah kalangan, salah satunya dari komunitas pers.
Baca juga: Komunitas Pers Minta Pasal 2d Maklumat Kapolri Terkait FPI Dicabut, Ini Alasannya
Komunitas pers yang terdiri dari sejumlah lembaga meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencabut Pasal 2d dari Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021.
Komunitas pers yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menilai, pasal tersebut mengancam tugas utama jurnalis dan media massa.
Salah satu pasalnya yaitu Pasal 2d, dinilai komunitas pers mengancam tugas utama jurnalis dan media dalam mencari dan menyebarluaskan informasi kepada publik.
Isi pasal tersebut, Kapolri meminta masyarakat untuk tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI melalui situs ataupun media sosial.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang berbunyi "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Komunitas pers juga menilai, pasal tersebut bisa dikategorikan sebagai 'pelarangan penyiaran' yang bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pers.
Selain itu, pasal tersebut bertentangan dengan hak warga negara dalam Pasal 28F UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi:
"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.