Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Calon Tunggal pada Pilkada Dinilai sebagai Anomali Demokrasi

Kompas.com - 17/12/2020, 20:53 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, fenomena calon tunggal pada Pilkada 2020 merupakan sebuah anomali demokrasi. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat 25 pasangan calon tunggal pada pilkada.

Titi menuturkan, fenomena calon tunggal saat pemilu di beberapa negara biasanya terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang sedikit. Namun, hal sebaliknya justru terjadi di Indonesia.

"Calon tunggal menjadi anomali demokrasi di Indonesia. Calon tunggal dalam praktik pemilu global, biasanya terjadi di daerah dengan jumlah pemilih kecil," kata Titi dalam webinar bertajuk Evaluasi Pilkada dan Catatan Perbaikan, Kamis (17/12/2020).

Baca juga: Bawaslu: Perolehan Suara Calon Tunggal di Pilkada 2020 Mendominasi di 25 Kabupaten/Kota

Titi menjelaskan, di daerah dengan jumlah pemilih yang tidak signifikan, partai politik biasanya tidak terlalu bertaruh dengan eksistensinya.

Sebab, parpol menganggap jumlah pemilih yang sedikit tidak akan memengaruhi eksistensi partai sebagai institusi politik.

Sementara di Indonesia, kata Titi, calon tunggal terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang besar.

"Lalu terjadi di tengah sistem multipartai yang kita anut, sehingga kemudian eksistensi partai politik sesungguhnya menjadi sangat penting di dalam mengusung calon," ujar Titi.

Baca juga: Menurut Data Sirekap, Calon Tunggal di 3 Daerah Ini Menang Lawan Kolom Kosong

Menurut Titi, fenomena calon tunggal di Indonesia justru menguat. Hal itu terbukti dari 25 paslon tunggal yang semuanya menang Pilkada.

Ia mengatakan, hanya ada satu kabupaten, yaitu kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, yang kompetitif dengan kotak kosong.

"Tetapi sekali lagi, isu ini seolah-olah walaupun muncul tapi timbul tenggelam. Nah ini perlu mendapat penyelesaian karena sekali lagi calon tunggal di dalam praktik demokrasi kita yang multipartai, jumlah pemilih besar, lalu tingkat kompetisi antar partai mestinya kompetitif. Dia menjadi anomali," tuturnya.

"Sulit dipahami di tengah kondisi dan lanskap demokrasi kita, bisa muncul calon tunggal bak cendawan di musim hujan," kata Titi.

Baca juga: Ini Mekanisme Pemilihan Pilkada 2020 dengan Pasangan Calon Tunggal

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Arief Budiman mengakui bahwa tren calon tunggal terus meningkat. Berdasarkan data KPU pada Pilkada 2020, setidaknya ada 25 daerah yang diikuti satu pasangan calon.

"Lalu dua pasangan calon ada di 97 daerah, tiga pasangan calon ada di 85 daerah, empat pasangan calon di 51 daerah, dan lima pasangan calon di 12 daerah," ucap Arief.

Pada Pilkada 2015, jumlah calon tunggal tercatat sebanyak 3 paslon. Kemudian bertambah pada 2017 menjadi 9 paslon. Jumlah paslon tunggal makin meningkat pada Pilkada 2018, yakni 16 paslon.

Di sisi lain, Arief menuturkan, tren daerah dengan banyak pasangan calon malah menurun. Padahal, KPU pernah mencatat satu daerah yang memiliki sembilan pasangan calon kepala daerah. 

Sedangkan, pada Pilkada 2020 paling banyak hanya diikuti oleh lima pasangan calon. Sehingga dapat dikatakan tren calon tunggal menguat, namun tren daerah yang memiliki banyak pasangan calon menurun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com