Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jerinx Divonis, ICJR Sebut Putusan Hakim Bahayakan Iklim Demokrasi

Kompas.com - 19/11/2020, 16:04 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengkritik vonis 14 bulan penjara untuk I Gede Ari Astina alias Jerinx dalam kasus "IDI Kacung WHO".

"Putusan Hakim ini jelas berbahaya bagi iklim demokrasi di Indonesia," ujar Erasmus dalam keterangan tertulis, Kamis (19/11/2020).

Hal itu berbahaya karena putusan majelis hakim kontradiksi. Pasalnya, Jerinx divonis bersalah berdasarkan Pasal 28 Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca juga: Jerinx Divonis 14 Bulan Penjara Terkait Kasus IDI Kacung WHO

Hal ini berbeda dengan dakwaan semula, yakni Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Adapun Pasal 28 Ayat (2) berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA".

Sedangkan, bunyi Pasal 27 Ayat (3), yakni: "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Dengan penggunaan pasal itu, kata Erasmus, majelis hakim otomatis menyepakati Jerinx tidak bersalah sesuai dakwaan pertama, yakni Pasal 27 Ayat (3) atas perbuatan menghina IDI.

Untuk itu, Erasmus menyatakan putusan majelis hakim saling berlawanan.

Baca juga: Vonis Jerinx 14 Bulan Penjara, Hakim: Terbukti Sengaja Sebarkan Informasi untuk Timbulkan Kebencian

Di satu sisi, majelis hakim menyatakan tidak ada penghinaan terhadap IDI sebagai organisasi, namun di sisi lain majelis hakim setuju adanya penyebaran kebencian antargolongan, termasuk profesi dokter yang diwakili oleh IDI.

Menurut Erasmus, pernyataan Jerinx pada dasarnya ditujukan kepada IDI sebagai organisasi yang mempunyai dimensi atas kepentingan publik.

Sehingga, hal itu harus dipisahkan dengan perasaan personal dokter yang merasa tersinggung atas pernyataan Jerinx.

"Terlalu jauh untuk menyatakan organisasi profesi sebagai 'antargolongan' yang dilindungi oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras jelas merendahkan standar yang ingin dituju oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan Pasal 156 KUHP," ucap Erasmus.

Baca juga: Kekecewaan Jerinx Divonis 1 Tahun 2 Bulan, Diam dan Peluk Istrinya

Erasmus menambahkan, IDI merupakan lembaga berbadan hukum yang tidak serta merta sama dengan golongan dokter pada umumnya.

Karena itu, Erasmus menegaskan putusan majelis hakim sangat membahayakan karena sebuah profesi dengan suku, agama, dan ras.

"Lebih berbahaya, Hakim dalam kasus ini menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras," kata dia.

Diberitakan, terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam kasus "IDI kacung WHO".

Majelis hakim PN Denpasar menjatuhkan vonis hukuman satu tahun dua bulan penjara dan denda Rp 10 juta kepada Jerinx, Kamis (19/11/2020).

Baca juga: Jalani Sidang Vonis, Jerinx: Harapan Saya Semoga Demokrasi Tidak Mati

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com