KOMPAS.com – Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) Myrna A. Safitri mengatakan, bertani sudah menjadi sejarah panjang di area gambut.
Secara tradisional, kata dia, membuka lahan untuk bertani dengan membakar dianggap mudah dan murah.
Maka dari itu, secara praktis, larangan membuka lahan akan menimbulkan resistensi dari petani dan warga.
Untuk mengatasi hal tersebut, BRG menggali teknik dan formulasi, hingga tercetus teknologi tanpa bakar.
Baca juga: Belajar Bertani Tanpa Bakar Lahan Gambut dari Masyarakat Sumatera Selatan
“Para petani dapat mengembangkan pertanian tanpa membakar, sehingga menjaga alam sedemikian rupa,” kata Myrna, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Hal tersebut dikatakan Myrna, dalam webinar Training of Trainers Peningkatan Kapasitas Tani Jemaah Tani Muhammadiyah Peduli Gambut, Kamis (12/11/2020).
Untuk menyebarluaskan teknologi tanpa bakar tersebut, BRG memang bekerja sama dengan Muhammadiyah.
Keduanya juga berkolaborasi menggelar Sekolah Lapang Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar secara virtual.
Baca juga: Kondisi Lahan Gambut di Tapin Kalsel Sudah Terdegradasi, Jadi Target Restorasi BRG
Kegiatan tersebut melibatkan tiga majelis yaitu Majelis Lingkungan Hidup (MLH), Majelis Tabligh, serta Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Wakil MPM PP Muhammadiyah Budi Nugroho mengatakan, kolaborasi BRG dengan tiga majelis tersebut menjadi suatu usaha untuk mengatasi persoalan lahan gambut.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan