Dalam banyak kenyataan, kaum tua harus diakui masih mendominasi, bukan hanya dilihat dari sisi jumlah komposisinya melainkan juga peran dan fungsi politik kaum tua masih terus mendominasi.
Kedua, apatisme politik milenial. Survei CSIS yang dirilis pada awal November 2017 menyebutkan bahwa hanya 2,3 persen generasi milenial yang tertarik dengan isu sosial-politik. Ironisnya, isu sosial politik juga menjadi yang paling tidak diminati oleh generasi milenial.
Litbang Kompas juga menunjukkan hanya 11 persen generasi milenial yang mau aktif menjadi anggota dan pengurus partai politik.
Kendati demikian, kita juga tak bisa serta-merta kemudian menghakimi sikap apatisme milenial terhadap politik.
Sikap demikian, sangat boleh jadi, lantaran kemuakan mereka melihat polah-tingkah para elite politik yang pragmatis, menghalalkan segala cara, dan hanya berjuang untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Pendek kata, sikap politik semacam itu juga bisa dibaca sebagai protes terhadap perilaku elite politik.
Ketiga, sebagaimana fenomena umum, mengguritanya praktik oligarki menjadi salah satu tantangan anak muda hari ini untuk berkecimpung dalam politik.
Guru besar dari Universitas Northwestern Amerika Serikat, Prof Jeffrey Winters, menyebut oligarki sebagai sistem kekuasaan yang dikendalikan oleh golongan atau pihak berkuasa dengan tujuan kepentingan golongan itu sendiri, termasuk mempertahankan kekuasaan serta kekayaan.
Dengan menguatnya praktik politik semacam ini, anak muda yang memiliki gagasan dan modal politik harus berjuang ekstra untuk menjebol tembok oligarki. Ini tentu tidak mudah.
Selain mesti menyiapkan stamina dan sumber daya politik, anak-anak muda ini sudah pasti harus pula memiliki strategi politik untuk berhadapan dengan kekuatan oligarki.
Tiga tantangan di atas setidaknya yang menjadi masalah bagi pemuda hari ini jika ingin menceburkan diri dalam dunia politik.
Meski jalan yang dilalui terjal dan berliku, pemuda sebagai generasi harapan bangsa tak dibenarkan pesimistis dalam memandang masa depan politik kebangsaan.
Momentum peringatan Sumpah Pemuda nampaknya relevan menjadi cambuk penyemangat, di samping dijadikan spirit agar terus berjuang mewujudkan politik yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara.
Persoalan dan tantangan pasti ada. Namun, tak ada persoalan dan tantangan yang tak mempunyai jalan keluar.
Sastrawan Pramodya Ananta Toer pernah berkata, “Sejarah dunia adalah sejarah orang muda. Jika angkatan muda mati rasa, matilah semua bangsa.”
Itu sebabnya, kehadiran dan kiprah pemuda dalam panggung politik sudah tentu dinanti oleh publik.
Selain sebagai panggilan sejarah, kehadiran pemuda juga diharapkan dapat memberi asupan bagi krisis kaderisasi yang dialami partai politik sekaligus memberi warna melalui gagasan-gagasannya untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.