Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Nilai Demonstrasi Rawan Ditunggangi, Termasuk Aksi Tolak UU Cipta Kerja

Kompas.com - 18/10/2020, 14:55 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menyebut, setiap aksi demonstrasi rawan ada pihak yang menunggangi.

Adi pun meyakini bahwa unjuk rasa menolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja beberapa waktu lalu ditunggangi pihak tertentu.

"Tidak mungkin aksi demonstrasi itu tidak ditunggangi, pasti ditunggangi," kata Adi dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (18/10/2020).

"Siapa yang menunggangi? Bisa teman kelas, bisa teman kost, bisa aktivis mahasiswa, bisa juga segelintir elite yang kemudian punya kepentingan dengan Undang-undang Cipta Kerja ini," tuturnya.

Baca juga: Kontras Catat 20 Aduan Tindak Kekerasan Aparat Saat Demo Selasa Lalu

Menurut Adi, sebenarnya tak ada yang salah dengan mobilisasi massa saat aksi unjuk rasa.

Sebab, demonstrasi sejatinya merupakan aktivitas politik yang membutuhkan mobilisasi dukungan seperti fasilitas transportasi atau logistik.

Dia menilai, menjadi salah ketika massa yang dimobilisasi adalah yang tak paham perihal undang-undang yang mereka tolak. Bahkan, kerap kali massa dikerahkan untuk berbuat kerusuhan.

"Ada sebenarnya aktor intelektual yang mencoba untuk memberikan kesadaran palsu dengan memprovokasi emosi mahasiswa, emosi masyarakat yang masih belajar untuk melakukan satu protes dan perlawanan," ujar Adi.

Baca juga: Kontras Ungkap 7 Bentuk Kekerasan Polisi di Demo UU Cipta Kerja di Surabaya

Adi menilai, munculnya anarkisme dalam aksi massa merupakan bagian dari strategi pihak tertentu untuk mendelegitimasi pemerintah. Hal ini juga dimaksudkan untuk menaikkan eskalasi perlawanan.

Jika eskalasi isu ini meningkat, secara nasional bahkan internasional akan memberikan perhatian.

"Jadi diciptakan satu gimmick ada bentrokan, ada bom molotov, ada goyang-goyang pagar dan vandalisme sehingga aksi protes ini menjadi viral, eskalasi isunya kemudian naik, menjadi perhatian begitu banyak orang," kata dia.

Namun demikian, lanjut Adi, hal ini akan berujung pada hilangnya fokus masyarakat pada substansi gerakan massa.

Baca juga: Kontras: Hingga Sore Ini, Ratusan Peserta Aksi Tolak UU Cipta Kerja Dinyatakan Hilang

Dengan adanya kerusuhan, masyarakat cenderung lebih banyak untuk mencari tahu siapa yang paling berkepentingan dalam peristiwa tersebut.

"Ini yang kemudian menurut saya menjadi miris. Kasihan mahasiswa yang memang benar-benar demo, kasihan saya kepada buruh yang memang tujuannya genuine menolak sejumlah pasal yang menurut mereka merugikan," kata Adi.

Untuk diketahui, sejak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja disahkan melalui rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020, muncul sejumlah penolakan.

Pengesahan UU tersebut menimbulkan kontroversi karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan masyarakat, khususnya para pekerja atau buruh.

Selain itu, proses penyusunan dan pembahasan naskahnya pun dianggap tertutup dari publik.

Aksi demonstrasi pun terjadi di sejumlah daerah di Tanah Air. Di Jakarta, aksi massa berakhir ricuh dengan adanya perusakan dan pembakaran sejumlah fasilitas umum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com