Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Minta Pemerintah Ungkap Auktor Intelektualis Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja

Kompas.com - 13/10/2020, 05:01 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pemerintah mengungkap auktor intelektualis dalam aksi unjuk rasa penolakan atas UU Cipta Kerja.

SBY mengatakan, pemerintah perlu menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat agar tidak ada kecurigaan satu sama lain.

"Lebih bagus kalau memang (ada) menggerakkan menunggangi, membiayai dianggap oleh negara sebagai kejahatan melanggar hukum, dan hukum harus ditegakan, lebih baik disebutkan (auktor intelektualis)," kata SBY dalam akun Facebook resminya, Senin (12/10/2020).

Baca juga: UU Cipta Kerja Tak Memihak Pekerja

SBY mengatakan, jika pemerintah tidak mengungkapkan auktor intelektualis dari gelombang aksi demo tersebut, pemerintah akan dianggap menyampaikan kabar bohong.

"Kalau tidak (disebutkan auktor intelektualis), nanti negaranya melakukan hoaks, tidak bagus, karena kita harus percaya dengan pemerintah kita," ucapnya.

Presiden ke-6 RI ini meyakini, pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Kemarimanan dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dan Badan Intelijen Negara (BIN), terkait auktor intelektualis dalam demo tersebut bukan ditujukan untuk dirinya.

"Hubungan saya dengan pak Airlangga selama ini baik dengan pak Luhut selama ini baik, dengan BIN juga engga ada masalah," pungkasnya.

Baca juga: Fraksi Demokrat Walk Out dari Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja

Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan, pemerintah akan melakukan proses hukum terhadap pelaku yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang berujung ricuh.

"Sekali lagi pemerintah akan bersikap tegas dan melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi atas aksi-aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan kriminal," ujar Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (8/10/2020) malam.

Mahfud menyatakan, tindakan anarkistis dengan merusak fasilitas umum dan serangan secara fisik terhadap aparat merupakan tindakan yang tidak sensitif.

Mengingat, saat ini tengah terjadi situasi pandemi Covid-19 yang juga berdampak pada perekonomian rakyat.

Baca juga: Rapat Paripurna, PKS dan Demokrat Tolak Pengesahan RUU Cipta Kerja

Mahfud mengatakan, apabila masyarakat tidak puas atas isi UU Cipta Kerja, sebaiknya bisa menempuh dengan cara yang konstitusional.

Misalnya, dengan melakukan gugatan judicial review atau uji materil terhadap UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com