JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengaku curiga draf final RUU Cipta Kerja sengaja disembunyikan DPR dan pemerintah.
Sejak disahkan pada 5 Oktober lalu, keberadaan draf final RUU Cipta Kerja masih simpang siur. Bahkan, hingga hari ini beredar tiga versi draf RUU Cipta Kerja yang berbeda-beda.
"Menurut saya disengaja draf tidak muncul di publik. Kita berdiskusi dan berdebat, sementara mereka terus berproses dalam administrasi," kata Feri saat dihubungi, Senin (12/10/2020).
"Mau tidak mau kan kita terpengaruh, jadi sebetulnya pasal yang kita permasalahkan itu benar-benar pasal yang dimaksud atau tidak?" ujar Feri Amsari.
Baca juga: Beredar Lagi Versi Baru RUU Cipta Kerja, yang Mana Draf Finalnya?
Ia mengatakan, sejak awal proses pembentukan RUU Cipta Kerja sudah cacat prosedur.
Sebab, DPR dan pemerintah dinilai menabrak ketentuan peraturan pembentukan perundangan-undangan, salah satunya soal pelibatan publik.
"Memang dari awal kan tidak sehat. Seharusnya, sejak awal naskah akademik itu termasuk draf RUU. Dari perancangan hingga pengesahan sudah ada draf itu. Bayangkan, dari hulu hingga hilir tapu tidak ada RUU-nya," tuturnya.
"Ini mungkin proses pembentukan perundang-undangan paling gila di era reformasi dan betul-betul terbuka pelanggarannya dan diabaikan pula," kata Feri.
DPR sendiri mengakui bahwa belum ada draf final RUU Cipta Kerja. Merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011, mereka beralasan memiliki waktu selama tujuh hari untuk menyerahkan RUU kepada presiden.
Baca juga: Beredar Draf RUU Cipta Kerja 1.035 Halaman, Ini Penjelasan DPR...
Pasal 72 Ayat (2) menyatakan DPR menyampaikan RUU dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Artinya, hari ini semestinya jadi hari terakhir bagi DPR untuk segera menyerahkan RUU kepada presiden.
Namun, DPR berkukuh bahwa yang dimaksud dalam UU adalah tujuh hari kerja, sehingga mereka dapat menyerahkan RUU kepada presiden selambat-lambatnya pada Rabu (14/10/2020).
"Kalau pada UU 12 Nomor Tahun 2011, seingat saya, memang tujuh hari (sejak pengesahan). Bukan tujuh hari kerja. Kalau Tata Tertib (DPR) berbeda berarti bertentangan dengan UU. Artinya, kalau tujuh hari, hari ini terakhir," ujar Feri.
Adapun, ketentuan tujuh hari kerja memang baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yang merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini tercantum dalam penjelasan.
Baca juga: Menkominfo: Naskah Final UU Cipta Kerja Dipublikasikan Setelah Jadi Lembaran Negara
Feri menegaskan bahwa Pusako mendorong agar pemerintah segera membatalkan UU Cipta Kerja.
Menurut dia, presiden dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU Cipta Kerja.
"Memang ini cacat prosedurnya. Bukan berarti begitu buka draf lalu selesai. Kami menganggap seluruhnya cacat dan desakannya adalah segera cabut UU ini. Karena yang bermasalah adalah pembuat UU, yaitu presiden dan DPR. Yang paling mudah bisa lewat perppu," tuturnya.
Baca juga: Naskah UU Cipta Kerja Belum Final tetapi Sudah Disahkan, Formappi: Baru Terjadi Kali Ini
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar, sebelumnya telah menjelaskan draf RUU Cipta Kerja versi terbaru yang kini beredar di kalangan wartawan dan akademisi.
Indra membenarkan draf berjumlah 1.035 halaman itu merupakan dokumen terkini dari RUU Cipta Kerja.
"Iya, (draf) itu yang dibahas terakhir yang surat 1.035 (halaman)," kata Indra saat dihubungi, Senin (12/10/2020).
Draf berjumlah 1.035 halaman yang beredar itu diberikan judul penyimpanan "RUU CIPTA KERJA - KIRIM KE PRESIDEN.pdf". Pada halaman terkahir, ada tanda tangan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Baca juga: Jokowi Persilakan Ajukan JR UU Cipta Kerja ke MK, Pengamat: Klise!
Ia mengatakan, DPR memiliki waktu setidaknya hingga Rabu (14/10/2020) mendatang untuk memperbaiki redaksional draf RUU Cipta Kerja. Menurut Indra, DPR RI diberikan waktu selama tujuh hari kerja untuk menyerahkan RUU kepada presiden.
"Nanti, siang ini masih mau difinalkan dulu," kata dia.
"Yang disebut tujuh hari adalah tujuh hari kerja. Nah, tujuh hari kerja itu adalah Rabu. Sabtu dan Minggu tidak dihitung," kata Indra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.