“Karena mereka tidak dilatih atau tidak dipersiapkan untuk menangani situasi seperti itu yang benar-benar asing bagi mandat dan misi perjuangan mereka,” kata Usman.
Usman mengatakan, jika secara khusus militer akan ditempatkan untuk tugas ini, maka mereka harus sepenuhnya dilatih dan diperlengkapi untuk memenuhi pekerjaan ini sesuai dengan hukum dan standar hak asasi manusia.
“terutama prinsip 'melindungi kehidupan', tunduk pada aturan yang sama seperti polisi reguler dan, dan harus ditempatkan di bawah pengawasan otoritas sipil,” tutur Usman.
Baca juga: Bentrok di Harmoni, Polisi Tembakkan Gas Air Mata, Mahasiswa Berhamburan
Diketahui, sejumlah elemen masyarakat menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Istana Kepresidenan dan Gedung DPR, Kamis ini.
Dalam aksi tersebut, buruh, mahasiswa dan elemen lain akan menuntut Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang membatalkan UU Cipta Kerja.
"Secara narasi, kita sepakat menolak dan mengusahakan alternatif lain seperti JR (judicial review) dan mendesak Presiden untuk mengeluarkan perppu," kata Koordinator Media Aliansi BEM SI Andi Khiyarullah seperti dilansir dari situsKompas.tv Kamis (8/10/2020).
Andi mengatakan, aksi unjuk rasa kali ini akan diikuti oleh 5.000 mahasiswa yang berasal dari 300 kampus.
Para peserta aksi, juga tak hanya berasal dari kawasan Jabodetabek, tetapi daerah lainnya seperti Sumatera hingga Sulawesi.
"Kami Aliansi BEM SI akan melaksanakan Aksi Nasional yang dilaksanakan terpusat pada tanggal 8 Oktober 2020, dan juga akan ada aksi serentak di wilayah masing-masing," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.