Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Kebijakan Penanganan Covid-19 Sesuai Data Faktual Pandemi

Kompas.com - 08/10/2020, 14:26 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ketentuan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi Covid-19 disusun menggunakan data faktual tentang dampak pandemi.

Hal ini disampaikan Sri Mulyani dalam sidang pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 yang digelar secara virtual oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (8/10/2020).

Dalam persidangan ini, Sri Mulyani mewakili presiden dan pemerintah.

"Seluruh kebijakan di dalam Undang-undang 2 Tahun 2020 terutama kebijakan di bidang keuangan negara yang telah diimplementasikan saat ini telah didasarkan pada asesmen dan menggunakan data faktual dan dampak dari ancaman Covid-19," kata Sri Mulyani dipantau melalui siaran langsung YouTube MK RI, Kamis.

Baca juga: Bakal Gugat UU 2/2020, Kuasa Hukum Amien Rais dkk: Tak Hanya Substansi, Juga Prosedur

Sri Mulyani menyebut, UU 2/2020 diterbitkan untuk memberi perlindungan bagi kehidupan masyarakat yang sangat terancam pandemi Covid-19, baik dari aspek kesehatan, keselamatan, sosial maupun ekonominya.

Melalui UU tersebut, pemerintah berupaya melakukan asesmen dan perhitungan yang cepat untuk menyelamatkan masyarakat dari dampak pandemi.

Oleh karenanya, sejumlah bantuan digelontorkan, mulai dari bantuan biaya kesehatan, dukungan bantuan sosial dan ekonomi, hingga bantuan usaha kecil dan menengah.

"Dan hal ini tidak didasarkan pada asumsi semata, namun asesmen yang sifatnya faktual terhadap apa yang terjadi dan bahkan apa yang bakal terjadi, termasuk dampak multipliernya atas kebijakan pembatasan sosial yang ditetapkan oleh pemerintah," ujar Sri Mulyani.

Atas terbitnya UU 2/2020, pemerintah mengklaim telah terjadi sejumlah perbaikan pada kondisi ekonomi negara di kuartal kedua.

Baca juga: Gugatan Perppu 1/2020 Kehilangan Obyek, MAKI Sudah Gugat UU 2/2020

Beberapa perbaikan itu, misalnya perdagangan internasional yang telah mendorong kinerja perpajakan dan konsumsi masyarakat yang mengalami rebound meskipun masih lemah.

Kemudian, degup ekonomi pada bidang konstruksi dinilai mulai naik, produksi dalam negeri mulai tumbuh, bahkan indikator sektor manufaktur juga makin meningkat, hingga aktivitas ekspor-impor yang menunjukkan tren membaik.

Atas alasan-alasan tersebut, pemerintah menilai, UU 2/2020 merupakan regulasi yang penting.

"Kita melihat langkah-langkah perbaikan akan mulai terjadi di kuartal ketiga dan momentum ini akan terus dijaga. Ini adalah salah satunya karena instrumen Undang-undang 2/2020," kata Sri Mulyani.

Untuk itu, kepada Majelis Hakim MK, pemerintah meminta agar seluruh permohonan pemohon atas pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 dinyatakan ditolak.

Baca juga: Sri Mulyani: Pembentukan UU Penanganan Covid-19 Tak Langgar Konstitusi

Untuk diketahui, UU Nomor 2 Tahun 2020 mengatur tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-undang.

Sejak undang-undang tersebut disahkan, sejumlah pihak mengajukan permohonan pengujian ke Mahkamah Konstitusi. Setidaknya, hingga kini ada 7 permohonan pengujian UU 2/2020 di MK.

Pemohon dalam perkara pengujian ini berasal dari berbagai kalangan. Salah satu permohonan diajukan oleh Amien Rais, Din Syamsuddin dan kawan-kawan.

Dalam permohonannya, Amien Rais dkk menyoal UU 2/2020 secara formil dan materil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com