Apabila seseorang rela dan setuju dirinya diperlakukan demikian, kata dia, dalam definisi tersebut dinilai sebagian anggota DPR tidak menjadi pidana.
"Atau terhadap fungsi reproduksi secara paksa. Ada anggota yang tanya, kalau anak saya sunat, dia tidak setuju disunat karena ada provokasi orang lain, maka jadi pidana tidak? Pidana (menurut definisi)," kata dia.
"Pandangan di DPR terbelah memaknai ini di judul dan definisi. Tapi pandangan saya, melakukan seksual itu melakukan sesuatu dengan cara-cara tidak normal terhadap alat reproduksi perempuan. Hanya saja (anggota DPR) yang lain tidak begitu," kata Marwan.
Baca juga: Menteri PPPA Akui RUU PKS Masih Menuai Pro dan Kontra
Tak hanya definisi, kata dia, pandangan para anggota DPR juga berbeda dalam pembahasan judul.
Ia mengatakan, sebagian anggota juga bertanya soal judul "penghapusan kekerasan seksual". Ada pertanyaan jika dimaknai sebaliknya, seperti "jika tidak dilakukan dengan kekerasan, apakah akan menjadi pidana atau tidak?"
Dengan demikian, ada anggota yang mengusulkan agar judulnya diganti menjadi UU Kejahatan Seksual.
Selain itu, dalam bab pidana dan pemidanaan juga dipertanyakan karena dalam aspek sosiologis tidak hanya berkaitan dengan korban, keluarga, dan saksi tetapi juga ada pelaku.
"Pelaku tidak bisa hanya sekedar dipidana tapi aspek pemidanaan itu harus ada efek jera. Efek jera ini yang penting dilakukan, maka pidana dan pemidanaan itu tidak hanya sekedar melakukan pemidanaan tapi harus masuk kategori bisa menjadi efek jera," kata dia.
Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kenapa RUU PKS Tak Kunjung Disahkan?
Namun di saat yang bersamaan, kata dia, saat ini juga ada revisi UU KUHP di Komisi III yang masih berkaitan sehingga terjadi perdebatan lagi.
Ada yang mengatakan harus menunggu hasil revisi UU KUHP terlebih dahulu mengingat dalam bab tersebut di RUU PKS juga membahas sembilan aspek pemidanaan yang tujuh poinnya tercantum di KUHP.
Meski ada perbedaan, kata dia, para anggota sudah sepakat dan tidak ada masalah pada bab terkait pencegahan dan perlindungan, serta rehabilitasi.
Pasalnya mereka juga khawatir dengan banyaknya korban yang tak tertangani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.