Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Gambaran Perdebatan di DPR sehingga RUU PKS Belum Disahkan

Kompas.com - 08/09/2020, 16:49 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengungkapkan perbedaan pandangan yang terjadi di antara anggota DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sehingga RUU tersebut mengalami jalan buntu.

RUU PKS yang seharusnya masuk ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2020 ditarik kembali akibat beberapa perdebatan yang terjadi.

Ia mengatakan, salah satu yang mengundang perdebatan adalah soal definisi di bab ketentuan umum RUU PKS.

Baca juga: Desak RUU PKS Segera Disahkan, Menteri PPPA: Untuk Isi Kekosongan Hukum

Marwan mengatakan, soal definisi menjadi persoalan besar karena dalam RUU PKS terdapat aturan yang berbunyi: "kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan lainnya".

"Sebagian para anggota DPR memaknai definisi ini kebalikannya. Kalau hasrat seksual seseorang tidak merasa direndahkan, apakah masuk kategori pidana? Kalau dari definisi ini, tidak masuk. Inilah yang jadi perdebatan panjang yang tidak bisa bergeser," ujar Marwan dalam acara dialog RUU PKS dengan tokoh agama dan organisasi keagamaan secara daring, Selasa (8/9/2020).

Namun secara pribadi, Marwan memaknai definisi tersebut berbeda.

Menurut dia, perbuatan seksual akan menjadi tindakan pidana jika ada seseorang yang tidak memiliki hasrat seksual dan dilakukan secara paksa.

Baca juga: Pencabutan RUU PKS dari Prolegnas 2020 Dinilai sebagai Langkah Mundur

Menurut Marwan, melakukan hubungan seksual diperbolehkan apabila seseorang sudah menikah, tetapi seks yang boleh dilakukan itu tidak dilakukan dengan paksaan atau kekerasan.

"Itu yang dimaksud definisi. Jadi seks boleh, tapi seks yang diperlakukan paksa dan kasar tidak boleh," kata dia.

Hanya saja Marwan mengakui bahwa pertanyaan yang diajukan para anggota DPR itu pun punya logikanya sendiri.

Apabila seseorang rela dan setuju dirinya diperlakukan demikian, kata dia, dalam definisi tersebut dinilai sebagian anggota DPR tidak menjadi pidana.

"Atau terhadap fungsi reproduksi secara paksa. Ada anggota yang tanya, kalau anak saya sunat, dia tidak setuju disunat karena ada provokasi orang lain, maka jadi pidana tidak? Pidana (menurut definisi)," kata dia.

"Pandangan di DPR terbelah memaknai ini di judul dan definisi. Tapi pandangan saya, melakukan seksual itu melakukan sesuatu dengan cara-cara tidak normal terhadap alat reproduksi perempuan. Hanya saja (anggota DPR) yang lain tidak begitu," kata Marwan.

Baca juga: Menteri PPPA Akui RUU PKS Masih Menuai Pro dan Kontra

Tak hanya definisi, kata dia, pandangan para anggota DPR juga berbeda dalam pembahasan judul.

Ia mengatakan, sebagian anggota juga bertanya soal judul "penghapusan kekerasan seksual". Ada pertanyaan jika dimaknai sebaliknya, seperti "jika tidak dilakukan dengan kekerasan, apakah akan menjadi pidana atau tidak?"

Dengan demikian, ada anggota yang mengusulkan agar judulnya diganti menjadi UU Kejahatan Seksual.

Selain itu, dalam bab pidana dan pemidanaan juga dipertanyakan karena dalam aspek sosiologis tidak hanya berkaitan dengan korban, keluarga, dan saksi tetapi juga ada pelaku.

"Pelaku tidak bisa hanya sekedar dipidana tapi aspek pemidanaan itu harus ada efek jera. Efek jera ini yang penting dilakukan, maka pidana dan pemidanaan itu tidak hanya sekedar melakukan pemidanaan tapi harus masuk kategori bisa menjadi efek jera," kata dia.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kenapa RUU PKS Tak Kunjung Disahkan?

Namun di saat yang bersamaan, kata dia, saat ini juga ada revisi UU KUHP di Komisi III yang masih berkaitan sehingga terjadi perdebatan lagi.

Ada yang mengatakan harus menunggu hasil revisi UU KUHP terlebih dahulu mengingat dalam bab tersebut di RUU PKS juga membahas sembilan aspek pemidanaan yang tujuh poinnya tercantum di KUHP.

Meski ada perbedaan, kata dia, para anggota sudah sepakat dan tidak ada masalah pada bab terkait pencegahan dan perlindungan, serta rehabilitasi.

Pasalnya mereka juga khawatir dengan banyaknya korban yang tak tertangani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com