Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yuri Ardiana
Peneliti

Peneliti Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic).

Awas, Sabotase "Politik Legislasi" di Era Pandemi!

Kompas.com - 03/09/2020, 15:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ANCAMAN pandemi Covid-19 telah membuat konsentrasi masyarakat terpecah. Di tengah kepanikan publik ini, banyak keputusan strategis atas berbagai kebijakan publik diambil tanpa keterlibatan dan partisipasi publik.

Transparansi menjadi barang mahal. Banyak elite yang justru berusaha memanfaatkan kelengahan masyarakat untuk mengambil keputusan-keputusan penting. Termasuk, dalam "politik legislasi" di parlemen.

Di saat masyarakat panik akibat pandemi dan tekanan ekonomi, sejumlah Undang-Undang (UU) yang sangat sensitif dan menyangkut hajat hidup orang banyak, tiba-tiba disahkan oleh DPR dan pemerintah.

Baca juga: JEO - Pak Jokowi, Saatnya Berpihak kepada Wong Cilik…

Memang, di tengah pandemi, kerja-kerja politik legislasi harus tetap berjalan untuk memastikan proses politik dan demokrasi tidak terhenti. Namun, perilaku DPR yang terus melanjutkan pembahasan sejumlah RUU kontroversial secara tidak transparan di tengah pandemi ini patut dikritisi.

Sayangnya, saran dan kritik publik untuk menunda pembahasan RUU kontroversial hingga situasi membaik justru tidak didengar. Partisipasi masyarakat dalam pembahasan perundang-undangan seolah dinomorduakan, atau bahkan sengaja dihilangkan.

Politik legislasi yang seharusnya transparan dan akuntabel, justru seolah sengaja ditarik ke ruang gelap kekuasaan.

Produk legislasi sulapan

Belum lekang dari memori kita bagaimana RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) tiba-tiba muncul untuk membuka kotak pandora terkait ideologi negara dengan mengubah Pancasila.

RUU ini seolah sengaja diselundupkan untuk menciptakan mesin hegemoni politik mempertahankan kekuasaan dan menggebuk mereka yang berbeda dengan penguasa.

Selain itu, RUU Minerba juga menjadi contoh lain yang patut dicermati. Terbentuknya UU Nomor 3 Tahun 2020 ini jelas cacat konstitusi. Karena, proses perumusan UU Minerba ini tidak transparan dan menyalahi ketentuan perundang-undangan.

Pada saat masih berbentuk RUU, UU Minerba ini tidak memenuhi kriteria carry over atau keberlanjutan pembahasan ke DPR periode berikutnya. Dalam pembahasannya, tidak ada pula keterlibatan DPD RI.

Baca juga: JEO - Dalam Bayang-bayang Resesi Ekonomi Global...

DPD RI mendapat kewenangan dari konstitusi bahwa setiap RUU di bidang sumber daya alam mesti ada peran DPD RI dalam penyusunan dan pembahasannya. Kenyataannya, tidak ada DIM yang dibuat oleh DPD sepanjang pembahasan RUU Minerba.

Pembahasa RUU Minerba ini juga tidak melibatkan partisipasi publik dan stakeholder secara luas, termasuk pemerintah daerah dan BUMN. Bahkan, UU Minerba ini juga telah memberangus prinsip-prinsip demokrasi.

UU Minerba ini telah memilih langkah "sentralisasi kekuasaan" atau menarik kembali kewenangan pemerintah daerah ke tangan pemerintah pusat, atas nama efektivitas kerja pemerintahan dan reformasi birokrasi.

Kewenangan pemerintah daerah dalam urusan tambang menjadi hilang. Akibatnya, masa depan bisnis tambang nasional akan begitu mudah diintervensi dan dikendalikan oleh deal-deal kepentingan sempit para elite politik, pemerintahan, dan pelaku bisnis, sehingga mengokohkan patronase dan jaringan oligarki di Tanah Air.

Selain itu, masyarakat juga dikagetkan dengan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja atau sebagian orang menyebutnya RUU ‘Cilaka’.

Baca juga: JEO - Polemik RUU Cipta Kerja: Nasib Pekerja di Tangan Penguasa dan Pengusaha

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com