JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait polemik Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Pinangki diduga berperan dalam memuluskan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra beberapa waktu lalu.
Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sekitar Rp 7,4 miliar.
Belakangan ini, nama Pinangki kembali diperbincangkan terkait bantuan hukum yang berencana diterima olehnya.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki masih berstatus sebagai jaksa.
Baca juga: PJI Tidak Akan Berikan Pembelaan untuk Jaksa Pinangki
Oleh sebab itu, Pinangki akan mendapat bantuan hukum dari pengacara yang ditunjuk oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI).
"Sebagai jaksa dan anggota Persatuan Jaksa Indonesia, maka yang bersangkutan akan didampingi penasihat hukum yang ditunjuk PJI," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono kepada Kompas.com, Jumat (14/8/2020).
Picu Kritik
Bantuan hukum tersebut kemudian memancing kritik dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) serta Indonesia Corruption Watch (ICW).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai pemberian bantuan hukum dari PJI kurang tepat karena perbuatan pidana yang diduga dilakukan Pinangki tidak terkait tugasnya.
"Dari sisi etika kurang pas, karena dia bukan menjalankan tugasnya, tapi melanggar tugasnya. Jadi ya semestinya Kejaksaan atau organisasi kejaksaan, organisasi jaksa tidak memberikan bantuan hukum," kata Boyamin melalui pesan suara kepada Kompas.com, Selasa (18/8/2020).
Baca juga: Jaksa Pinangki Bisa Dipecat jika Terbukti Bersalah di Pengadilan
Hal senada disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang berpendapat, Jaksa Pinangki tidak layak mendapat pendampingan hukum karena tindakannya telah mencoreng institusi kejaksaan.
"Tindakan Jaksa Pinangki yang bertemu dengan buronan Kejaksaan seharusnya dimaknai telah mencoreng Korps Adhyaksa itu sendiri. Sehingga yang bersangkutan tidak layak mendapatkan pendampingan hukum," kata Kurnia, Selasa (18/8/2020).
ICW khawatir pendampingan hukum akan membuat penyidikan tidak efektif serta menimbulkan kesan adanya konflik kepentingan.
Pendampingan itu juga dinilai bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PJI, yang menyebutkan pembelaan dan pendampingan diberikan terhadap anggota yang terjerat masalah hukum terkait tugas profesinya.
Baca juga: Jaksa Pinangki Diberhentikan Sementara, Gajinya Tinggal Setengah
Tanggapan Kejaksaan
Kejagung sempat menanggapi kritik dari ICW tersebut. Hari Setiyono menganggap ada pemahaman yang kurap tepat terkait bantuan hukum dari PJI untuk Pinangki.
“Mungkin pemahamannya keliru, dikira yang menjadi pengacara atau penasihat hukum itu jaksa juga, mungkin itu ya, karena terjadi di institusi lain kalau tidak salah,” kata Hari di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2020).
Menurut Hari, anggota PJI memiliki hak untuk didampingi pengacara yang ditunjuk oleh organisasi tersebut.
Namun, pengacara yang ditunjuk oleh PJI berasal dari kalangan profesional.
"Sesuai anggaran dasar PJI, maka kepada anggotanya diberikan hak untuk didampingi pengacara atau penasihat hukum yang oleh pengurus PJI ditunjuk pengacara atau PH dari luar kejaksaan, dari organisasi profesi pengacara,” ucapnya.
Keputusan PJI
Pada akhirnya, PJI buka suara dan memutuskan untuk tidak akan memberi pembelaan hukum kepada Pinangki.
Baca juga: Ini Alasan PJI Tak Berikan Pembelaan Hukum untuk Jaksa Pinangki
Menurut Ketua Umum PJI Setia Untung Arimuladi, permasalahan hukum yang menjerat Pinangki tidak terkait tugasnya sebagai jaksa.
"PJI tidak akan memberikan pembelaan terhadap Jaksa PSM, mengingat perbuatan yang bersangkutan bukan merupakan permasalahan hukum yang terkait dengan tugas profesinya sebagai jaksa, melainkan telah masuk dalam ranah pidana,” kata Setia melalui keterangan tertulis, Rabu (19/8/2020).
Secara struktural, PJI merupakan organisasi profesi di luar struktur Kejaksaan.
Setia, yang kini menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung menuturkan, setiap anggota PJI berhak mendapat pembelaan hukum sesuai Pasal 15 ayat (1) huruf d Anggaran Rumah Tangga PJI.
Pembelaan hukum diberikan kepada anggota yang menghadapi permasalahan hukum terkait tugas profesi, baik di dalam maupun luar pengadilan.
Pembelaan hukum tersebut berupa penyiapan pendampingan oleh penasihat hukum profesional yang ditunjuk.
Baca juga: Komisi III Minta Kejagung Profesional Tangani Kasus Jaksa Pinangki
Pengacara profesional dipilih agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dengan proses hukum yang berjalan.
Dalam praktiknya, menurut Setia, PJI turut memperhatikan kepentingan institusi Kejaksaan sebelum memberi pembelaan hukum.
"PJI sebagai pilar institusi Kejaksaan Republik Indonesia mendukung visi dan misi organisasi untuk menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dengan menindak jaksa yang melakukan pelanggaran hukum,” tuturnya.
"Sehingga untuk memberikan pendampingan hukum, perlu mempertimbangkan kepentingan institusi Kejaksaan yang lebih besar,” imbuh dia.
Langkah PJI yang tidak memberi pembelaan hukum bagi Pinangki dinilai menjadi peringatan bagi jaksa lain.
Setia pun mengingatkan para jaksa agar tidak menyeleweng dari tugas serta kewenangannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.