JAKARTA, KOMPAS.com - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia dan sejumlah lembaga mendorong pemerintah melakukan inspeksi atau pengawasan ketenagakerjaan bersama di kapal ikan asing.
Dorongan tersebut dilakukan supaya pekerja Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing maupun dalam negeri mendapat perlindungan.
"Saat ini pengawasan atau inspeksi tenaga kerja bagi awak kapal perikanan di Indonesia baik di dalam maupun luar negeri belum pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia," ujar Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan dalam keterangan tertulis, Rabu (12/8/2020).
Baca juga: Menlu Retno Minta Pemerintah China Tegakkan Hukum Terkait ABK Indonesia di Kapal China
Abdi menjelaskan, dorongan inspeksi tersebut juga berangkat dari beberapa fakta yang kerap dialami pekerja Indonesia di kapal ikan asing.
Antara lain, menurut Abdi, mulai dari perekrutan yang sarat tipu daya, human trafficking, eksploitasi pekerja, gaji rendah, overtime, dan kondisi lingkungan kerja tidak layak.
Menurut Abdi, upaya inspeksi ini juga dilakukan karena Kementerian Ketenagakerjaan sebagai instansi yang memiliki mandat untuk melakukan pengawasan tenaga kerja memiliki keterbatasan.
Keterbatasan tersebut meliputi ketersediaan sumberdaya manusia, belum adanya aturan teknis pelaksanan pengawasan awak kapal perikanan, serta belum adanya alat dan instrumen untuk melakukan inspeksi di kapal perikanan.
Baca juga: Dua ABK WNI Loncat dari Kapal Ikan Asing, Polisi Ungkap Perusahaan yang Berangkatkan
Padahal, Abdi menjelaskan, saat ini terdapat 30 regulasi dan aturan terkait ketenagakerjaan dan perlindungan awak kapal perikanan.
"Terdapat 30 regulasi dari UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri terkait yang mengatur hal tersebut dan perlu didorong agar dapat diberlakukan secara efektif," kata Abdi.
Sementara itu, Senior Program Officer ILO Indonesia, Lusiani Yulia mengatakan, berdasarkan pembelajaran program ILO, pelaksanaan inspeksi bersama membutuhakn kerja sama semua pihak.
"Paling penting dan tidak boleh terlupakan adalah komitmen pengusaha dan pekerja untuk mau bekerjasama terlibat dalam program inspeksi tersebut," kata Lusi.
Baca juga: Loncat dari Kapal Ikan Asing, Dua ABK WNI Terapung-apung Selama 7 Jam
Berdasarkan catatan DFW Indonesia, dalam periode 22 November 2019 hingga 19 Juli 2020 atau kurang lebih 7 bulan terdapat 13 orang korban Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera China.
Korban tersebut dengan rincian 11 orang wafat dan 2 orang hilang. Terbaru, ABK Indonesia asal Bitung bernama Fredrick Bidori pada 19 Juli 2020 meninggal di rumah sakit Peru setelah mengalami kecelakaan kerja di kapal ikan berbendera China Lu Yan Tuan Yu 016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.