Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Minta Ketentuan Hukuman Mati Tak Diatur dalam RKUHP

Kompas.com - 07/07/2020, 19:14 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, pihaknya tidak setuju ketentuan hukuman mati diatur dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Sebab, menurut Asfina, ketentuan tersebut masuk dalam hukuman yang keji.

"Kami tidak setuju karena itu (hukuman mati) sudah masuk ke dalam hukuman yang keji, alasan lain adalah banyak kesalahan peradilan sesat atau salah menghukum orang," kata Asfina dalam diskusi bertajuk 'Apa Kabar Nasib RKUHP Kontroversial', Selasa (7/7/2020).

Asfina mencontohkan, kasus narkoba yang sering mendapatkan sanksi hukuman mati.

Baca juga: BNN: Banyak Pengedar Narkoba Divonis Hukuman Mati, tapi Pelaksanaannya Belum

Menurut dia, langkah tersebut justru memutus informasi dan jaringan kejahatan narkoba, sehingga aparat sulit mengungkapkan kejahatan lebih detail.

"Kalau orang ini dihukum mati, justru sel kejahatannya terputus dan sering kali justru kartel-kartel narkoba seperti itu malah senang kalau ada korbannya dihukum mati karena ya terputus dan dalam sejarah pengungkapan kejahatan," ujarnya.

"Jadi engga ada gunanya sebenarnya hukuman mati itu," sambungnya.

Sementara itu, Media Manager Amnesty International Nurina Savitri menilai, ketentuan hukuman mati sebagai merendahkan manusia dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku.

"Data tahun 2018 dan 2019 justru kejahatan narkoba yang mendapatkan vonis hukuman mati itu naik, artinya ini kan tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan," kata Nurina.

Baca juga: ICW Desak Revisi UU Tipikor, Salah Satunya Hapus Pasal Hukuman Mati

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyoroti pasal-pasal terkait hukuman mati yang diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Komisioner Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, hukuman mati yang digunakan dalam sanksi pidana tidak akan membuat kejahatan berhenti.

"Nah ini, kalau Komnas HAM tidak kompromi soal ketentuan penerapan hukuman mati. Kenapa kami berseberangan, karena pada praktiknya hukuman mati tidak menimbulkan efek jera," ujar Anam dalam diskusi terkait RKHUP di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).

Baca juga: Wakil Ketua KPK Nilai Hukuman Mati Koruptor Tak Efektif

Pasal 98 draf terbaru RKUHP menyatakan, pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.

Kemudian Pasal 100 ayat (1) mengatur hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan.

Menurut Anam, ketentuan penerapan hukuman mati dalam RKUHP tidak juga menimbulkan pengurangan kejahatan.

Baca juga: Amnesty International Sebut Hukuman Mati Tak Timbulkan Efek Jera

"Ini juga bertentangan dengan paradigma melawan kejahatan ya bukan dengan cara melakukan pelanggaran. Itu paradigma yang dibangun dalam konteks hukuman mati," papar Anam.

Ketentuan pidana mati dalam RKUHP, kata Anam, dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan HAM internasional.

Apalagi, Indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional tentang hak sipil dan politik.

Ia menyebutkan, dalam konvenan tersebut dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi.

"Kemudian Indonesia juga meratifikasinya melalui Undang-undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights," pungkas Anam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com