Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Ancam Reshuffle, PPP: Semua Kewenangan Ada di Presiden

Kompas.com - 29/06/2020, 13:36 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai, kemarahan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, merupakan pukulan bagi para menteri, agar bekerja lebih keras dan peka di masa pandemi Covid-19.

"Kekecewaan atau kemarahan Presiden Jokowi kepada sejumlah menteri kabinetnya merupakan lecutan agar menteri-menteri yang kinerjanya tidak maksimal untuk bekerja lebih keras dan lebih peka dalam menyikapi perkembangan pandemi Covid-19," kata Arsul saat dihubungi, Senin (29/6/2020).

Arsul menilai, pelaksanaan reshuffle anggota kabinet kerja bukan hal yang baru dalam pemerintahan Presiden Jokowi.

Baca juga: Istana Unggah Video Jokowi Marah, Dinilai Sengaja Lempar Spekulasi Reshuffle

Keputusan untuk reshuffle atau meleburkan kementerian adalah kewenangan presiden.

"Itu biar jadi urusan Presiden, juga soal struktur kabinet pasca reshuffle. Mau dikurangi karena ada yang dilebur atau bahkan dibubarkan, maka itu juga semua kewenangan presiden," ujarnya.

Arsul juga mengatakan, partai politik pendukung tidak bisa mencampuri keinginan presiden untuk me-reshuffle menteri, kecuali diminta pandangan dan mengirimkan nama.

"Batasannya adalah UUD NRI tahun 1945 dan UU Kementerian Negara. Sepanjang tidak menabrak konstitusi dan UU tersebut, maka parpol enggak bisa ikut campur kecuali diminta pandangannya atau diminta mengirimkan nama dalam reshuffle tersebut," ucapnya.

Baca juga: PKB Nilai Ancaman Reshuffle Jokowi Harus Jadi Pelecut Kerja Menteri

Lebih lanjut, Arsul mengatakan, PPP melihat dua hal dari kinerja para menteri selama masa pandemi.

Pertama, ada anggota kabinet yang sulit diukur kinerjanya, karena tidak terbuka pada media tentang apa yang sudah dan sedang dikerjakan.

Kedua, ada anggota kabinet yang kurang berkoordinasi dengan anggota kabinet lain sehingga kebijakan pemerintah menjadi tumpang tindih.

"Ada anggota kabinet yang berkomunikasi publik, tapi tidak mengkoordinasikan dengan anggota kabinet lainnya, atau tidak membaca apa yang disampaikan jajaran pemerintahan lainnya, sehingga menjadi enggak 'match' terkait sikap pemerintah atas suatu masalah," pungkasnya.

Baca juga: Jengkelnya Jokowi dan Ancaman Reshuffle Kabinet di Tengah Pandemi

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo menyampaikam ancaman reshuffle kabinet di hadapan para menterinya saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta pada 18 Juni 2020 silam.

Informasi ini baru terungkap dalam video yang ditayangkan akun YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6/2020).

Mulanya saat membuka rapat, Jokowi menyampaikan kejengkelannya kepada para menteri lantaran masih bekerja secara biasa saja di masa krisis seperti ini.

Padahal, Presiden Jokowi meminta ada kebijakan luar biasa untuk menangani krisis, baik itu pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perokonomian.

Baca juga: Jengkel akan Kerja Menteri, Jokowi Sampaikan Ancaman Reshuffle

"Langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah pemerintahan," kata Jokowi.

"Akan saya buka. Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara," ucap Presiden.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta ini, langkah extraordinary itu bisa dalam bentuk mengeluarkan aturan tertentu, bahkan pembubaran lembaga dan perombakan kabinet atau reshuffle.

Ia lantas menyampaikan ancaman reshuffle bagi menterinya yang masih bekerja biasa-biasa saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com