Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unggahan Guyonan Gus Dur, Kritik terhadap Polri, hingga Suara Gusdurian...

Kompas.com - 19/06/2020, 09:10 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ismail Ahmad, warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, tak pernah menyangka bahwa unggahannya yang mengutip guyonan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), membawanya ke kantor polisi.

Ia diperiksa polisi terkait unggahannya di Facebook soal polisi jujur itu. Guyonan itu ia temukan saat membaca artikel mengenai Gus Dur dari mesin pencari Google.

Ismail mengaku tak bermaksud apa-apa dengan mengunggah guyonan Gus Dur yang berbunyi "Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng” tersebut.

"Saya tidak berpikir kalau mereka tersinggung, soalnya saya lihat menarik, saya posting saja. Saya juga tidak ada kepentingan apa-apa,” kata Ismail ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (18/6/2020).

Baca juga: Polri: Pengunggah Guyonan Gus Dur Tak Diproses Hukum, Anggota Ditegur

Kejadian itu berawal saat ia mengunggah kalimat tersebut pada Jumat (12/6/2020). Setelah mengunggah kalimat itu, Ismail melanjutkan kegiatannya dan shalat Jumat.

Namun, saat pulang, ia menerima pesan WhatsApp dari seorang sekda yang meminta unggahan tersebut dihapus.

Tanpa melihat komentar-komentar pada unggahannya tersebut, Ismail lalu menghapusnya.

Beberapa saat setelahnya, sejumlah polisi menyambangi rumah Ismail. Ia lalu dibawa ke kantor polisi dengan alasan ingin dimintai klarifikasi.

"Sampai di kantor tanya alasan postingan itu dan saya cerita sesuai yang saya alami,” ujar Ismail.

Ismail lalu diperbolehkan pulang dengan status wajib lapor selama dua hari. Ia juga diminta meminta maaf.

Setelah meminta maaf, Ismail tak lagi berstatus wajib lapor.

Kata Polri

Menanggapi kasus tersebut, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan bahwa Ismail tak dijerat pidana.

"Tidak ada BAP, tidak ada kasus," tutur Argo melalui keterangan tertulis, Kamis.

Baca juga: Polri: Pengunggah Guyonan Gus Dur Tak Diproses Hukum, Anggota Ditegur

Polisi, kata Argo, hanya meminta klarifikasi apa yang ditulis oleh pengunggah di media sosial.

Argo juga mengatakan bahwa Polda Maluku Utara telah menegur anggota Polres Kepulauan Sula terkait kasus tersebut.

Menurut dia, Polda Maluku Utara juga meminta Direktorat Reserse Kriminal Khusus agar lebih teliti dalam mengamati informasi, terutama yang beredar di media sosial.

Gusdurian bersuara

Langkah kepolisian pada kasus tersebut dikritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Jaringan Gusdurian.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menuding polisi melakukan intimidasi.

"Meski kasus tersebut tidak diproses karena Ismail bersedia meminta maaf, namun pemanggilan terhadap Ismail oleh Polres Sula adalah bentuk intimidasi institusi negara terhadap warganya," ujar Alissa dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis.

Menurut dia, kasus tersebut menambah catatan upaya penggunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai instrumen untuk membungkam kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia.

Alissa pun meminta aparat penegak hukum tidak mengintimidasi masyarakat yang mengekspresikan serta menyatakan pendapat dalam media apa pun.

Baca juga: Setelah Diperiksa di Kantor Polisi, Pengunggah Guyonan Gus Dur Minta Maaf

Terlebih lagi, hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin dalam konstitusi.

Polisi anti-kritik

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut melontarkan kritik terhadap tindakan kepolisian tersebut.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, langkah Polres Kepulauan Sula menunjukkan institusi kepolisian anti-kritik.

"Tindakan itu berlebihan. Tindakan itu bisa mencerminkan bahwa kepolisian anti-kritik,” kata Usman ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.

Dalam pandangannya, kasus itu menunjukkan bahwa aparat tak memahami arti kebebasan berpendapat yang tercantum dalam UUD 1945.

Langkah itu, kata Usman, akan menjadi bumerang bagi Korps Bhayangkara dalam aspek kepercayaan masyarakat.

"Justru tindakan kepolisian yang memeriksa warga tersebut dan memerintahkannya untuk meminta maaf berpotensi melanggar konstitusi sendiri,” ujar dia.

“Kalau sudah begitu, akuntabilitas kepolisian sebagai sebuah lembaga bisa dipertanyakan,” ucap Usman.

Baca juga: Pembatalan Diskusi hingga Kasus Lelucon Gus Dur, Potret Kebebasan Berpendapat Menurun

Ia mengatakan, kasus tersebut menjadi bagian dari potret kebebasan berpendapat yang menurun belakangan ini.

Penangkapan bukan untuk menakut-nakuti

Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berpendapat, polisi telah bertindak berlebihan dan represif dalam kasus ini.

Ia menyebutkan, penangkapan seseorang tidak boleh dilakukan dengan tujuan menakut-nakuti atau mengancam.

"Penangkapan itu cuma bisa untuk proses hukum, bukan untuk yang lain-lain, misalnya nakut-nakutin orang atau ancaman untuk memaksa orang melakukan sesuatu kalau mau dilepas," kata Asfinawati ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.

YLBHI turut menyoroti isu konflik kepentingan yang dimiliki polisi karena membela dirinya sendiri.

"Privilege yang tidak ada untuk lembaga lain," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com