JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid melihat gejala kemunduran kebebasan berpendapat belakangan ini.
Hal itu disampaikan Usman menanggapi langkah Polres Kepulauan Sula, Maluku Utara yang memeriksa pengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahmah Wahid soal polisi jujur.
"Amnesty melihat kasus itu sebagai bagian potret besar menurunnya kebebasan berekspresi dalam tahun-tahun terakhir," tutur Usman ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (18/6/2020).
Kasus lain misalnya, diskusi akademik terkait impeachment yang berujung teror kepada narasumber dan muncul dugaan peretasan terhadap panitia.
Baca juga: ICJR Nilai Polisi Jadikan Pandemi Covid-19 Bungkam Kebebasan Berpendapat
Diskusi yang digelar oleh Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) bertajuk "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan". Diskusi pada akhirnya dibatalkan.
Kemudian, penangkapan aktivis Ravio Patra lantaran diduga mengirim pesan bernada provokatif untuk melakukan kekerasan lewat akun WhatsApp. Namun, Ravio mengaku bahwa akun WhatsApp-nya telah diretas.
Ravio beberapa kali menyuarakan kritiknya terhadap pemerintah. Salah satunya terkait penanganan Covid-19 yang diunggah di sebuah media.
Belakangan ini, ramai diberitakan mengenai teror yang dialami panitia maupun narasumber dalam diskusi bertema Papua.
"Semuanya memperlihatkan gejala kemunduran," ucap Usman.
Baca juga: SKB Tentang Radikalisme ASN Berpeluang Langgar Kebebasan Berpendapat
Usman pun mengingatkan bahwa penyampaian kritik merupakan bagian kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan