Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS: New Normal Hanya untuk Negara yang Berhasil Lawan Covid-19

Kompas.com - 19/05/2020, 12:07 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetyani mengkritik pernyataan pemerintah yang meminta masyarakat bersiap menghadapi era normal baru (new normal).

Netty mengatakan, pemerintah harus memahami secara utuh kebijakan normal baru tersebut.

Sebab, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), negara yang bisa melakukan normal baru adalah negara yang berhasil melawan Covid-19.

"Kebijakan ‘new normal’ sebagaimana yang disampaikan WHO jangan ditangkap secara separuh-separuh oleh Pemerintah, WHO juga memberikan penekanan bahwa new normal itu hanya berlaku bagi negara yang sudah berhasil melawan Covid-19, seperti China, Vietnam, Jerman dan negara lainnya," kata Netty dalam keterangan tertulis, Selasa (19/5/2020).

Baca juga: Pemerintah: New Normal adalah Perubahan Budaya, Bukan Pelonggaran PSBB

Netty mengatakan, untuk menerapkan normal baru, pemerintah harus memastikan dapat mengendalikan penyebaran virus corona dengan kurva perkembangan Covid-19 menurun.

Selain itu, pemerintah harus mampu melakukan tes secara masif guna pemeriksaan Covid-19.

"Terakhir, berbagai tempat publik seperti sekolah dan perkantoran harus bisa menerapkan protokol pencegahan Covid-19," ujar dia. 

Lebih lanjut, Netty mengatakan, melihat jumlah penambahan kasus hingga Senin (18/5/2020), dan jumlah spesimen yang diperiksa sejak 2 Maret 2020, kurva perkembangan Covid-19 belum akan menurun.

Oleh karenanya, ia berpendapat, era normal baru atau pelonggaran PSBB belum tepat dilakukan.

"Jika pemerintah terus memaksa melonggarkan PSBB, sedangkan pemerintah tidak memiliki kesiapan pencegahan dan penanganan klinis, maka sama saja pemerintah membawa rakyat kepada marabahaya," kata dia. 

Presiden Joko Widodo meminta masyarakat bersiap untuk menghadapi era normal baru. 

Kondisi ketika masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal, tetapi harus tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.

"Bapak Presiden menekankan pentingnya kita harus bersiap siaga untuk menghadapi era normal baru, kehidupan normal baru," kata Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy usai rapat dengan Presiden, Senin (18/5/2020).

"Di mana kita akan berada dalam situasi yang beda dengan normal sebelumnya," kata dia.

Baca juga: [POPULER JABODETABEK] Jemaah Tabligh Sebabkan Covid-19 Melonjak di Sunter Agung | Indonesia Paksakan New Normal saat Angka Kematian Tinggi

Muhadjir mengakui, dalam rapat tersebut dibahas upaya untuk melakukan relaksasi atau pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Relaksasi ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas ekonomi. Namun, belum diputuskan kapan relaksasi akan dilaksanakan.

"Untuk itu, kemudian Bapak Presiden telah menetapkan perlunya ada kajian yang cermat dan terukur, dan melibatkan banyak pihak untuk mempersiapkan tahapan-tahapan pengurangan PSBB," ucap Muhadjir.

Hidup pada era normal baru sebelumnya juga sempat disampaikan langsung oleh Jokowi.

Kepala Negara menegaskan bahwa masyarakat harus hidup berdampingan dengan Covid-19 karena sampai saat ini vaksin belum ditemukan.

"Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru," kata Presiden pada Jumat pekan lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com