Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gejayan dan Tugas Reformasi yang Belum Usai...

Kompas.com - 12/05/2020, 06:41 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gejayan, Yogyakarta, menjadi simbol pergolakan politik yang tak lekang oleh zaman. Tragedi berdarah berlangsung di tempat itu 22 tahun silam, tepatnya pada 8 Mei 1998.

Kala itu gerakan mahasiswa yang menjadi tumpuan utama dalam melengserkan Soeharto dari kekuasaan tak hanya lahir di ibu kota. Gerakan mahasiswa menjamur di hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia, termasuk di Yogyakarta.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997 mengakibatkan harga bahan pokok meroket. Imbasnya, masyarakat pun kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Baca juga: Mengenang Moses Gatutkaca dan Peristiwa Gejayan pada 8 Mei 1998..

 

Situasi itu menjadi momentum bagi mahasiswa menuntut Presiden Soeharto yang puluhan tahun melanggengkan kekuasaannya lewat rezim Orde Baru untuk lengser.

Hari itu, mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta menyuarakan aksi keprihatinan dan menuntut Soeharto mundur.

Aksi protes bermula di masing-masing kampus sekitar pukul 09.00 WIB. Mahasiswa Universitas Gadjah Mada melakukan aksi di bundaran kampus.

Sementara itu mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan mahasiswa IKIP Negeri Yogyakarta (kini UNY) melakukan aksi di halaman kampus masing-masing.

Orasi demi orasi yang menuntut Soeharto turun menggema di halaman kampus masing-masing. Peristiwa semakin memanas ketika mahasiswa mulai bergerak menuju UGM untuk bergabung.

Baca juga: Peristiwa Penting Era Reformasi

Aparat keamanan tak memberikan izin atas aksi tersebut, apalagi aksi ini diikuti oleh masyarakat. Bentrokan akhirnya terjadi. Aksi saling dorong juga dilakukan oleh kedua belah pihak.

Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 9 Mei 1998, hingga pukul 23.00 WIB pada 8 Mei 1998, Jalan Kolombo, Yogyakarta, masih memanas akibat bentrokan ribuan mahasiswa dan masyarakat dengan ratusan aparat keamanan, menyusul saling serang antara aparat dan para demonstran.

Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, bahkan bom molotov. Aparat keamanan akhirnya mulai membubarkan demonstran dengan tembakan gas air mata, semprotan air dari kendaraan water gun, dan pengejaran ke IKIP Yogyakarta dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Peristiwa Gejayan atau Tragedi Yogyakarta yang menyebabkan ratusan orang luka-luka. Satu orang tewas, yaitu mahasiswa MIPA dari Universitas Sanata Dharma, Moses Gatutkaca.

Baca juga: #GejayanMemanggil dan Suara dari Gejayan...

Tubuh Moses Gatutkaca ditemukan tergeletak oleh mahasiswa di sekitar Posko PMI di Sanata Dharma. Mahasiswa kalahiran Banjarmasin itu meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Panti Rapih.

Menurut dr. Sudomo Jatmiko SPB dari UGD RS Panti Rapih, Moses mengalami perdarahan telinga akibat pukulan benda tumpul.

Nama Moses lantas dijadikan nama jalan di sebelah Universitas Sanata Dharma yang mulanya bernama Jalan Kolombo, untuk mengenang peristiwa Gejayan.

Peristiwa tersebut sekaligus menjadi tonggak sejarah bagi gerakan mahasiswa di Yogyakarta. Mahasiswa yang awalnya menggelar aksi di dalam kamus mulau berani menggeser kegiatannya di luar kampus.

Selepas dua dasawarsa setelah Soeharto lengser, romantisme Gejayan sebagai simbol sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia tak pudar. Gejayan kembali tampil sebagai simbol penentang kesewenang-wenangan elite politik Indonesia.

Baca juga: Gejayan Memanggil Lagi, Elemen Masyarakat Yogya Tolak Omnibus Law

Lewat tagar #GejayanMemanggil pada 22 September 2019, ia kembali mengingatkan kesadaran publik yang terdiri dari gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil untuk menentang pemerintah dan DPR yang hendak mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) bermasalah menjadi undang-undang.

Mereka berdemontrasi menyuarakan penolakannya di Gejayan, Yogyakarta.

Para mahasiswa dan elemen masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR agar tak mengesahkan revisi Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Revisi tersebut dianggap mengebiri kewenangan lembaga KPK dengan menambahkan dewan pengawas yang membatasi fungsi penindakan.

Selain itu fungsi penyadapan KPK juga dikebiri dengan harus adanya izin sebelum menyadap. Hal itu diyakini memudahkan koruptor lolos dalam proses hukum.

Baca juga: Pengamat: Unjuk Rasa Gejayan Memanggil, Menginterupsi Kekuasaan

 

Mereka juga menuntut pemerintah dan DPR menghapus sejumlah pasal yang mengancam kebebasan berpendapat seperti penghinaan presiden dalam Rancangan KUHP serta pasal lainnya yang merugikan masyarakat di RUU lain.

Saat itu demonstrasi besar-besaran menentang sikap pemerintah dan DPR muncul di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Suasana dan atmosfernya mirip dengan masa reformasi 1998 ketika hampir semua mahasiswa turun ke jalan dan berdemonstrasi di depan Gedung DPR.

Kala itu para mahasiswa kembali menunaikan tugas sejarahnya menjadi penyambung lidah rakyat, saat kepentingan rakyat dikangkangi syahwat politik sejumlah elite.

Demikian pula Gejayan sebagai simbol pergerakan mahasiswa yang kembali memanggil, juga menunaikan tugas sejarahnya sebagai pengingat atas perjuangan melawan para elite politik yang sewenang-wenang.

Sejarah mencatat bahwa perjuangan melawan elite politik yang sewenang-wenang tak akan pernah usai. Maka, bukan hal yang mustahil jika Gejayan kembali memanggil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com