Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkumham: Asimilasi Bukan Berarti Membebaskan Napi untuk Berulah Lagi

Kompas.com - 06/05/2020, 12:07 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Reinhard Silitonga mengatakan, pemberian asimilasi bagi narapidana di tengah wabah virus corona (Covid-19) adalah langkah terbaik yang harus diambil.

Hal itu ia katakan saat membacakan sambutan Menkumham Yasonna laoly dalam diskusi online bertajuk Pandemi Covid-19 dan Asimilasi Narapidana.

Baca juga: Soal Narapidana Asimilasi, Yasonna: Beri Mereka Kesempatan Kedua

"Telah kita ketahui bersama pemberian asimilasi bagi narapidana adalah langkah terbaik yang harus kita ambil untuk memutus rantai penularan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan," kata Reynhard, Rabu (6/5/2020).

Reynhard menuturkan, pemberian asimiliasi bukan tanpa alasan.

Menurut dia, pemberian asimilasi diperlukan karena kondisi di lembaga pemasyarakatan sudah penuh.

"Sehingga tidak mungkin bagi para WBP (warga binaan pemasyarakatan) untuk melakukan physical distancing dalam kondisi seperti ini," ujarnya.

Baca juga: Digugat soal Asimilasi Napi, Yasonna: Silakan Saja

 

Ia pun menegaskan bahwa tidak semua narapidana mendapat asimilasi.

Hanya narapidana yang memenuhi syarat sesuai Peraturan Menteri HAM Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Didik dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 saja yang mendapat asimilasi.

"Memberikan asimilasi pada narapidana bukan berarti membebaskan mereka untuk berulah lagi. Tapi menyiapkan narapidana untuk kembali diterima masyarakat," ucap dia.

Baca juga: Kebijakan Yasonna Laoly Bebaskan 30.000 Napi Berbuntut Gugatan

Diketahui, sekitar 30.000 lebih narapidana dewasa dan anak akan keluar penjara lebih cepat dari waktu yang seharusnya akibat penyebaran virus corona atau penyakit Covid-19.

Ketentuan itu diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Dalam kepmen tersebut dijelaskan, salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus corona.

Baca juga: Asimilasi 30.000 Napi Bikin Resah Warga, Yasonna Laoly Digugat ke PN Surakarta

Syarat yang harus dipenuhi bagi narapidana dan anak untuk dapat keluar melalui asimilasi adalah telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi anak.

Asimilasi tersebut akan dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.

Sementara, syarat untuk bebas melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas) adalah telah menjalani 2/3 masa pidana bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana.

Baca juga: Yasonna: Napi Asimilasi yang Berbuat Kejahatan Lagi Terbilang Rendah

Pembebasan di atas hanya berlaku pada narapidana dan anak yang tidak terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan warga negara asing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com