JAKARTA, KOMPAS.com - Analis Drone Emprit, Ismail Fahmi memuji kebijakan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo yang segera menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) virus corona pada 13 Maret 2020.
Ismail menyatakan, langkah Rudy justru merupakan wujud nyata kehadiran pemerintah dalam penanganan Covid-19.
"Contoh di Solo, Wali Kota Solo Pak Rudy tiba-tiba tidak apa-apa menetapkan KLB di Solo. Gara-gara ada Covid-19," kata Ismail Fahmi dalam diskusi online "Hoaks, Opini Publik, dan Pandemik Corona", Jumat (17/4/2020).
Adapun, Hadi Rudyatmo menetapkan KLB di Solo pada 13 Maret 2020. Penetapan dilakukan tidak lama setelah ada pasien Covid-19 yang meninggal di RSUD Dr Moewardi Solo.
Baca juga: Kelurahan di Solo Terapkan Denda kepada Petugas yang Tak Pakai Masker
Meski demikian, saat itu kondisi di Solo masih terkendali dan belum ada gejolak apa pun. Hal inilah yang menjadi apresiasi Fahmi.
"Apakah ada gejolak di sana? Tidak ada. Masyarakat bersama Pak Rudy," ujar dia.
Menurut dia, kepercayaan antara warga dan pemerintah dalam situasi itu pun terbangun.
Ismail menyatakan membangun kepercayaan dalam penanganan Covid-19 merupakan salah satu kunci yang harus dilakukan pemerintah.
"Ini sesuatu yang luar biasa, tidak ada yang disembunyikan, sampaikan apa adanya. Kerja samanya jadi enak," tuturnya.
Status KLB virus corona di Solo kemudian diperpanjang hingga 26 April 2020.
Baca juga: Pemkot Solo Kembali Perpanjang Status KLB Corona hingga 26 April 2020, Ini Alasannya
Sebab, jumlah kasus positif Covid-19, orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP) di Solo terus bertambah.
Sementara itu, di lain sisi, Ismail menilai pemerintah pusat dinilai terlalu khawatir untuk membuka data Covid-19 dengan alasan akan membuat masyarakat takut atau panik.
Ia menyatakan, sebetulnya publik tidak takut dengan keterbukaan informasi.
Menurut dia, "ketakutan" tidak menempati posisi utama dalam kaitannya dengan persepsi dan emosi publik terhadap Covid-19.
Simpulan itu ia dapatkan dari analisis emosional yang dilakukan Drone Emprit tentang relasi pemerintah dan isu Covid-19.
Baca juga: Drone Emprit Ungkap Masyarakat Tak Khawatir jika Data Covid-19 Dibuka, Ini Hasil Risetnya
Drone Emprit melakukan analisis di media sosial dan media online dengan data setting menggunakan kata kunci: pemerintah, Indonesia, pemprov, gubernur, wali kota, kabupaten, dan provinsi.
Kemudian, data setting lebih spesifik menggunakan filter: corona, virus, Covid19, Covid-19, coronavirus, dan viruscorona.
Analisis dilakukan berdasarkan data 7-13 Maret 2020. Drone Emprit melakukan analisis emosi publik dengan menggunakan model Plutchik's Wheel of Emotions.
Model tersebut membagi emosi menjadi delapan, yaitu joy (kesenangan), trust (kepercayaan), fear (ketakutan), surprise (kejutan), sadness (kesedihan), disgust (kemuakan), anger (kemarahan), dan anticipation (antisipasi).
Baca juga: UPDATE 17 Maret: 5.923 Kasus Positif Covid-19, DKI Jakarta Masih Jadi Episentrum Penularan
Drone Emprit menggunakan analisis metode lexicon, yaitu mengkategorikan kata-kata berdasarkan emosi.
"Persepsi pemerintah pas awal-awal tidak membuka data karena khawatir masyarakat takut," kata Ismail .
Menurut dia, saat itu pemerintah cenderung menutup-nutupi dan lambat menyampaikan informasi karena terlalu khawatir publik akan takut.
Padahal, kata Ismail, publik menjadi takut jika pemerintah tidak transparan dengan data Covid-19.
"Soal fear atau ketakutan yang menjadi pertimbangan pemerintah membuka data itu di nomor empat. Artinya publik tidak takut," ucapnya.
Baca juga: Ganjar Pranowo: Mereka Terkena Covid-19 karena Pasien Tidak Jujur
Isu utama dalam penanganan Covid-19 adalah soal "trust" atau "kepercayaan". Kepercayaan menempati posisi pertama dalam persepsi dan emosi publik terhadap Covid-19.
Maka, Ismail menyatakan yang sebetulnya perlu dibangun pemerintah adalah kepercayaan publik. Ismail pun mencontohkan keterbukaan informasi Pemerintah China.
"Yang pertama dibangun bukan soal ketakutan, tapi harus membangun kepercayaan," kata dia.
Namun, ia mengaku senang akhirnya pemerintah mengevaluasi diri. Ismail merujuk pada pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta jajarannya menampilkan data Covid-19 lebih transparan kepada masyarakat.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.