JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah pusat dinilai terlalu khawatir untuk membuka data Covid-19 dengan alasan akan membuat masyarakat takut atau panik.
Pendiri sekaligus analis Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan, sebetulnya publik tidak takut dengan keterbukaan informasi.
Ismail mengatakan isu "ketakutan" tidak menempati posisi utama dalam kaitannya dengan persepsi dan emosi publik terhadap Covid-19.
Simpulan itu ia dapatkan dari analisis emosional yang dilakukan Drone Emprit tentang relasi pemerintah dan isu Covid-19.
Baca juga: Selama Pandemi Covid-19, Polri Bubarkan Massa Lebih dari 250.000 Kali
Drone Emprit melakukan analisis di media sosial dan media online dengan data setting menggunakan kata kunci: pemerintah, Indonesia, pemprov, gubernur, wali kota, kabupaten, dan provinsi.
Kemudian, data setting diatur spesifik dengan menggunakan filter: corona, virus, Covid19, Covid-19, coronavirus, dan viruscorona.
Analisis dilakukan berdasarkan data 7-13 Maret 2020. Drone Emprit melakukan analisis emosi publik dengan menggunakan model Plutchik's Wheel of Emotions.
Model tersebut membagi emosi menjadi delapan, yaitu joy (kesenangan), trust (kepercayaan), fear (ketakutan), surprise (kejutan), sadness (kesedihan), disgust (kemuakan), anger (kemarahan), dan anticipation (antisipasi).
Baca juga: Pemerintah Diminta Lebih Transparan dan Konsisten Tangani Covid-19
Drone Emprit menggunakan analisis metode lexicon, yaitu mengkategorikan kata-kata berdasarkan emosi.
"Persepsi pemerintah pas awal-awal tidak membuka data karena khawatir masyarakat takut," kata Fahri dalam diskusi "Hoaks, Opini Publik, dan Pandemik Corona", Jumat (17/4/2020),
Menurut dia, saat itu pemerintah cenderung menutup-nutupi dan lambat menyampaikan informasi karena terlalu khawatir publik akan takut.
Padahal, kata Ismail, fear atau ketakutan bukan isu utama publik. Analisis Drone Emprit menyatakan, ketakutan ada di posisi keempat dalam persepsi dan emosi publik terhadap Covid-19.
"Soal fear atau ketakutan yang menjadi pertimbangan pemerintah membuka data itu di nomor empat. Artinya publik tidak takut," ucapnya.
Baca juga: KSP: Keterbukaan Informasi Covid-19 Harus Diukur agar Tak Timbulkan Kepanikan
Maka, Ismail menyatakan yang sebetulnya perlu dibangun pemerintah adalah kepercayaan publik. Ismail pun mencontohkan keterbukaan informasi pemerintah China.
"Yang pertama dibangun bukan soal ketakutan, tapi harus membangun kepercayaan," kata dia.
"Misal di China, data dibuka, semua transparan, jadi trust dibangun. Bukan ketakutan disembunyikan," ujar Ismail.
Baca juga: China Revisi Angka Korban Meninggal Covid-19, WHO: Negara Lain Akan Melakukan Hal Sama
Namun, ia mengaku senang akhirnya pemerintah mengevaluasi diri.
Ismail merujuk pada pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta jajarannya menampilkan data Covid-19 lebih transparan kepada masyarakat.
"Publik tidak takut sejak dulu. Saya senang, sebulan setelah kasus pertama, Pak Jokowi bilang data harus dibuka," ujarnya.
Baca juga: UPDATE 17 Maret: 5.923 Kasus Positif Covid-19, DKI Jakarta Masih Jadi Episentrum Penularan
Berdasarkan analisis Drone Emprit, emosi dominan publik pada 7-13 Maret 2020 terkait penanganan Covid-19 yaitu sebagai berikut.
1. Trust/kepercayaan: 8.800 unggahan. Kepercayaan naik karena transparan dan akurat. Kurang percaya karena tidak transparan.
2. Surprise/kejutan: 7.000 unggahan. Terkejut dengan status KLB di Solo dan tingginya kematian akibat DBD.
3. Anticipation/antisipasi: 4.900 unggahan. Harapan publik kepada presiden dan bangsa Indonesia.
4. Fear/ketakutan: 4.400 unggahan. Ketakutan publik karena pemerintah kurang transparan dan tracing yang tidak adekuat.
5. Anger/kemarahan: 3.900 unggahan. Kemarahan kepada buzzer dan pejabat yang mempolitisasi Covid-19.
6. Sadness/kesedihan: 1.500 unggahan.
7. Joy/kesenangan: 1.100 unggahan.
8. Disgust/kemuakan: 184 unggahan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.