JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah memutuskan tidak akan melarang masyarakat mudik lebaran di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Hal ini diputuskan Jokowi dalam rapat terbatas pada Kamis (2/4/2020) kemarin.
"Diputuskan tidak ada pelarangan mudik resmi dari pemerintah," kata Pelaksana Tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Panjaitan seusai rapat.
Baca juga: Pemerintah Tak Larang Mudik Lebaran, tetapi Ada Syaratnya
Saat ditanya alasan pemerintah tak melarang mudik, Luhut hanya menjawab singkat.
Luhut menyebut ada kemungkinan larangan yang diterbitkan pemerintah juga tak akan diindahkan oleh masyarakat.
"Orang kalau dilarang, (tetap) mau mudik saja gitu. Jadi kita enggak mau (larang)," ucap dia.
Kendati demikian, Luhut menegaskan, pemerintah tetap mengimbau masyarakat tidak mudik demi mencegah penyebaran virus corona Covid-19.
"Jadi sekarang kita imbau kesadaran bahwa kalau anda mudik, nanti bawa penyakit. Hampir pasti bawa penyakit. Kalau membawa penyakit itu di daerah ada yang meninggal, bisa keluargamu," kata dia.
Baca juga: Luhut Ungkap Kenapa Tak Ada Larangan Mudik Lebaran
Luhut pun berjanji, pemerintah akan memberi bantuan sosial bagi masyarakat miskin yang bersedia tidak mudik.
Selain itu, pemerintah juga tengah mengkalkulasi untuk memundurkan hari libur nasional ke akhir tahun.
Dengan begitu, masyarakat nantinya tetap bisa mudik ke kampung halaman setelah wabah Covid-19 mereda.
Baca juga: Luhut: Libur Nasional Lebaran Kemungkinan Dimundurkan ke Akhir Tahun
Sementara bagi masyarakat yang tetap ingin mudik, maka harus melakukan karantina mandiri selama 14 hari di kampung halamannya.
Menurut Luhut, pemerintah pusat akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar karantina ini berjalan.
"Kalau masih ada masyarakat yang ingin mudik dia harus ikut masuk karantina tadi. Dan kemudian pemeriksaan kesehatan di kampungnya," kata Luhut.
Luhut menambahkan, pemerintah juga akan memastikan penggunaan angkutan umum saat mudik sesuai dengan protokol kesehatan covid-19, khususnya terkait dengan jaga jarak atau physical distancing.
Misalnya bus antar kota yang berkapasitas 40 orang, dibatasi hanya untuk 20 orang saja.
"Sehingga tentu harganya bisa melonjak," ucap Luhut.
Berisiko
Presiden Jokowi sebenarnya paham betul bahwa gelombang mudik lebaran amat berisiko membuat penyebaran virus corona penyebab Covid-19 semakin meluas.
Hal ini terlihat dari arahan yang disampaikan Jokowi saat membuka rapat terbatas membahas mengenai mudik pada Senin (30/3/2020) lalu, tiga hari sebelum keputusan tak melarang mudik diambil.
Baca juga: Bendung Arus Mudik, Jokowi Minta Daerah Tak Buat Aturan Sendiri-sendiri
Saat itu, Jokowi menyebut, gelombang mudik yang melibatkan pergerakan jutaan orang sangat berisiko membuat pandemi meluas.
Jokowi memberi gambaran saat mudik lebaran tahun 2019 lalu, terjadi pergerakan kurang lebih 19,5 juta orang ke seluruh wilayah Indonesia.
"Di tengah merebaknya pandemi covid-19, adanya mobilitas orang yang sebesar itu sanget beresiko memperluas penyebaran covid-19," kata Jokowi.
Oleh karena itu, Jokowi saat itu meminta ada langkah lebih tegas untuk mencegah masyarakat pulang ke kampung halamannya.
Baca juga: Tak Cukup Imbauan, Jokowi Minta Langkah Lebih Tegas untuk Cegah Warga Mudik
Menurut dia, imbauan-imbauan yang selama ini disampaikan para pejabat daerah dan tokoh belum cukup.
"Demi keselamatan bersama saya juga minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah," kata Jokowi.
Namun tiga hari kemudian, Jokowi justru mengambil keputusan yang bertolakbelakang.
Diterjemahkan berbeda
Keputusan Jokowi untuk tak melarang mudik ini pun sempat membuat dua pejabat Istana menyampaikan pernyataan yang berbeda ke media.
Awalnya, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengirim siaran pers yang menjelaskan bahwa Presiden membolehkan mudik.
Keterangan itu dikirim kepada wartawan tak lama setelah rapat terbatas yang membahas mudik selesai digelar, Kamis siang kemarin.
Baca juga: Minta Warga Tak Mudik, Pemerintah Janjikan Kompensasi
Fadjroel menyebut masyarakat dibolehkan mudik asal bersedia melakukan karantina mandiri selama 14 hari di kampung halamannya.
Masyarakat yang mudik juga langsung berstatus ODP.
"Mudik Boleh, tapi Berstatus Orang Dalam Pemantauan," demikian judul siaran pers yang dikirim Fadjroel ke wartawan.
Namun pada Kamis petang, Menteri Sekretaris Negara Pratikno merevisi pernyataan Fadjroel itu.
Revisi itu disampaikan lewat sebuah grup WhatsApp yang beranggotakan wartawan, sejumlah menteri kabinet kerja dan pejabat Istana.
Fadjroel juga berada dalam grup itu.
Baca juga: Mensesneg Revisi Pernyataan Fadjroel soal Jokowi Bolehkan Mudik
Pratikno awalnya mengirim tautan berita pernyataan Fadjroel yang menyebut warga boleh mudik. Pratikno menilai pernyataan Fadjroel itu tidak tepat.
"Yang benar adalah: Pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik," kata Pratikno.
Tak lama setelah pesan dari Pratikno itu, Fadjroel pun langsung memperbarui siaran persnya.
Siaran pers Fadjroel diperbarui dan judulnya diganti dengan "Pemerintah Himbau Tidak Mudik Lebaran, Bansos Dipersiapkan Hadapi Covid-19."
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.