Lantas, mengapa pemerintah memilih rapid test masal? Mengapa tidak langsung menggelar tes PCR atau genom sekuensi?
Baca juga: UPDATE: 15 Orang Dinyatakan Sembuh dari Covid-19
Brian menegaskan, rapid test jauh lebih mudah dilakukan oleh tim medis.
Karena yang diambil sekaligus diperiksa hanya sampel darah, maka setiap tenaga medis dapat melakukan itu.
"Kalau rapid test ini yang diperiksa darah, yang diperiksa antigen sehingga relatif aman ya untuk diambil, Makanya bisa masal," ujar Brian.
"Sementara metode PCR pemeriksaannya menggunakan spesimen tenggorokan atau kerongkongan. Artinya yang dicari itu virusnya. Karena itu, harus hati-hati, enggak bisa sembarang tenaga medis dan sembarang laboratorium memeriksanya," lanjut dia.
Karena sifat kehati-hatian itulah pemerintah memilih rapid test Covid-19 untuk dilaksanakan secara masal, bukan PCR atau genom sekuensi.
Ia membantah pemerintah buang-buang anggaran dan energi dengan pelaksanaan rapid test itu.
"Ya enggak buang-buang dong. Ini juga bukannya tidak kami lakukan ya. Akan kami laksanakan. Tapi pemerintah masih mengkaji dulu teknisnya akan seperti apa," lanjut dia.
Baca juga: Rentang Usia Pasien Covid-19 Meninggal Dunia Antara 45-65 Tahun
Diketahui, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar segera dilaksanakan rapid test virus corona (Covid-19) masal di Indonesia.
"Segera lakukan rapid test dengan cakupan lebih besar," ujar Presiden Jokowi dalam rapat terbatas melalui telekonferensi video dari Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/3/2020).
"Agar deteksi dini indikasi awal seseorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan," lanjut dia.
Agar rapid test berjalan lancar, Presiden Jokowi meminta agar Kementerian Kesehatan segera memperbanyak alat tes sekaligus tempat tes.
Tidak hanya Kemenkes, Presiden Jokowi juga meminta pelibatan sejumlah unsur, mulai dari rumah sakit pemerintah, BUMN, TNI-Polri dan swasta demi kelancaran rapid test masal itu.
Bahkan, Presiden Jokowi juga membuka peluang bagi lembaga riset dan perguruan tinggi untuk juga bisa terlibat.