Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Hal yang Perlu Diperhatikan Terkait Wacana Pembentukan FKUB Tingkat Nasional

Kompas.com - 13/03/2020, 15:05 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Plt. Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Muhammad Hafiz memberikan tanggapan atas rencana pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat nasional.

"HRWG mendukung pendirian FKUB di tingkat pusat bila pemerintah memiliki niat baik dan mulia dalam pembentukan forum tersebut, " ujar Hafidz dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/3/2020).

Baca juga: Pemerintah Wacanakan Bentuk FKUB Tingkat Nasional

 

Menurut Hafidz, ada empat hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum merealisasikan hal ini.

Pertama, mampu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dan konflik keagamaan yang berskala nasional.

Seperti misalnya kasus kekerasan yang selama ini dialami oleh komunitas Ahmadiyah, Syiah dan minoritas lainnya.

"Fungsi utama FKUB pusat di antaranya, adalah menyelesaikan kasus pelanggaran dan kekerasan yang dialami oleh Ahmadiyah Lombok dan Syiah Sampang yang saat ini masih berada di pengungsian, termasuk pula pemulihan hak-hak korban yang sampai sekarang tak kunjung selesai," ujar Hafidz.

Baca juga: Menurut Wapres, FKUB Tingkat Nasional Dibutuhkan untuk Perkuat Kerukunan

Kedua, FKUB pusat perlu mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan kasus pelanggaran hak kebebasan beragama atau berkeyakinan di daerah yang berkaitan dengan peran dan tugas pokok pemerintahan pusat serta daerah.

Pasalnya, koordinasi pusat dan daerah seringkali menjadi kendala dalam penanganan konflik dan kekerasan berbasis agama.

Ketiga, FKUB harus menegaskan komitmen terhadap kebebasan beragama dan toleransi, salah satunya dapat dirumuskan di dalam syarat-syarat keanggotaan forum secara tegas.

Tidak hanya sebagai tokoh agama atau masyarakat, persyaratan komitmen terhadap kebebasan beragama dan toleransi menjadi tolok ukur wajib yang harus dipenuhi bagi siapapun yang menjadi anggota forum tersebut.

"Hal ini penting karena komitmen terhadap kerukunan dan toleransi menjadi tolok ukur minimal seseorang sebagai bagian dari kelompok ekstremisme dan intoleran atau tidak. Bila tidak, sama halnya pemerintah menciptakan bom waktu dan ancaman bagi kebhinekaan kebangsaan Indonesia ke depan," jelas Hafidz.

Baca juga: Pembentukan FKUB Tingkat Nasional Tak Jadi Kebutuhan Atasi Konflik dan Intoleransi

Keempat, belajar dari pengalaman di daerah, representasi FKUB harus berasal dari semua kalangan dan kelompok agama atau keyakinan, termasuk penghayat kepercayaan dan agama-agama leluhur.

Tujuannya untuk meminimalisasi dominasi suatu pemahaman aliran atau kelompok tertentu, baik antaragama atau intra-agama.

Hal ini menjadi penting karena keputusan-keputusan yang diambil oleh FKUB akan sangat dipengaruhi oleh anggota yang ada di dalamnya.

Baca juga: Asosiasi FKUB Akan Cari Solusi soal Pembangunan Rumah Ibadah yang Kerap Picu Konflik

Hafidz menilai, selama anggota FKUB tersebut independen dan berkomitmen terhadap kebangsaan, maka FKUB akan dapat efektif menjawab tantangan keragaman dan keagamaan yang selama ini ada.

"Namun bila tidak maka FKUB hanya akan menjadi wadah baru kelompok intoleran yang menghendaki kekisruhan politik keagamaan di Indonesia dan akibatnya adalah diskriminasi bagi kelompok minoritas agama atau keyakinan," tambah dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com