JAKARTA, KOMPAS.com - Plt. Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Muhammad Hafiz memberikan tanggapan atas rencana pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat nasional.
"HRWG mendukung pendirian FKUB di tingkat pusat bila pemerintah memiliki niat baik dan mulia dalam pembentukan forum tersebut, " ujar Hafidz dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/3/2020).
Menurut Hafidz, ada empat hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum merealisasikan hal ini.
Pertama, mampu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dan konflik keagamaan yang berskala nasional.
Seperti misalnya kasus kekerasan yang selama ini dialami oleh komunitas Ahmadiyah, Syiah dan minoritas lainnya.
"Fungsi utama FKUB pusat di antaranya, adalah menyelesaikan kasus pelanggaran dan kekerasan yang dialami oleh Ahmadiyah Lombok dan Syiah Sampang yang saat ini masih berada di pengungsian, termasuk pula pemulihan hak-hak korban yang sampai sekarang tak kunjung selesai," ujar Hafidz.
Kedua, FKUB pusat perlu mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan kasus pelanggaran hak kebebasan beragama atau berkeyakinan di daerah yang berkaitan dengan peran dan tugas pokok pemerintahan pusat serta daerah.
Pasalnya, koordinasi pusat dan daerah seringkali menjadi kendala dalam penanganan konflik dan kekerasan berbasis agama.
Ketiga, FKUB harus menegaskan komitmen terhadap kebebasan beragama dan toleransi, salah satunya dapat dirumuskan di dalam syarat-syarat keanggotaan forum secara tegas.
Tidak hanya sebagai tokoh agama atau masyarakat, persyaratan komitmen terhadap kebebasan beragama dan toleransi menjadi tolok ukur wajib yang harus dipenuhi bagi siapapun yang menjadi anggota forum tersebut.
"Hal ini penting karena komitmen terhadap kerukunan dan toleransi menjadi tolok ukur minimal seseorang sebagai bagian dari kelompok ekstremisme dan intoleran atau tidak. Bila tidak, sama halnya pemerintah menciptakan bom waktu dan ancaman bagi kebhinekaan kebangsaan Indonesia ke depan," jelas Hafidz.
Keempat, belajar dari pengalaman di daerah, representasi FKUB harus berasal dari semua kalangan dan kelompok agama atau keyakinan, termasuk penghayat kepercayaan dan agama-agama leluhur.
Tujuannya untuk meminimalisasi dominasi suatu pemahaman aliran atau kelompok tertentu, baik antaragama atau intra-agama.
Hal ini menjadi penting karena keputusan-keputusan yang diambil oleh FKUB akan sangat dipengaruhi oleh anggota yang ada di dalamnya.
Hafidz menilai, selama anggota FKUB tersebut independen dan berkomitmen terhadap kebangsaan, maka FKUB akan dapat efektif menjawab tantangan keragaman dan keagamaan yang selama ini ada.
"Namun bila tidak maka FKUB hanya akan menjadi wadah baru kelompok intoleran yang menghendaki kekisruhan politik keagamaan di Indonesia dan akibatnya adalah diskriminasi bagi kelompok minoritas agama atau keyakinan," tambah dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/13/15053561/4-hal-yang-perlu-diperhatikan-terkait-wacana-pembentukan-fkub-tingkat