JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) meminta agar pemerintah pusat tidak menghilangkan sejumlah ketentuan terkait otonomi daerah melalui penerbitan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Hal itu diungkapkan Ketua Adkasi Lukman Said saat bertemu Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
"Masukan utamanya itu, jangan sampai mengambil kebijakan otonomi daerah," ujar Lukman di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Baca juga: PKS dan Demokrat Belum Punya Sikap soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Salah satu ketentuan yang dikritik yakni soal tidak adanya izin lingkungan hidup bagi para pengusaha.
Pemerintah menghapus izin lingkungan sebagai persyaratan untuk memperoleh izin usaha dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Izin lingkungan saat ini masih diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca juga: Izin Lingkungan Dihapus lewat Omnibus Law, Ini Penjelasan Menteri LHK
Dalam aturan itu disebutkan, izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan.
Jika izin lingkungan dicabut, izin usaha dan atau kegiatan dibatalkan.
Apabila usaha dan atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.
Namun, pasal 40 itu dihapus dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja.
Hal tersebut, kata Lukman, tidak boleh terjadi karena dapat membuat perusahaan berbuat sewenang-wenang.
"Bagaimana caranya tidak ada izin lingkungan. Ini salah satu contoh, jangan sama sekali dihapus, harus ada izin lingkungan hidup. Itu tidak boleh dicabut," kata dia.
Baca juga: Dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Pemda Tak Lagi Berwenang Urus Amdal
Selain itu, pihaknya juga tak menyetujui dengan target pemerintah pusat yang akan mengurangi izin di daerah lewat UU omnibus law cipta kerja.
Sebab, sejumlah daerah sudah memiliki peraturannya sendiri sebelum ada undang-undang.
Ia mencontohkan soal perizinan hak untuk mengusahakan hutan dalam suatu kawasan hutan (HPH) yang merupakan kewenangan pemerintah pusat karena hutan bukan merupakan otonomi.
"Tetapi sebelum membuka HPH itu, ada rekomendasi dari Bupati. Tidak bisa keluar itu (tanpa rekomendasi Bupati). Ini mau dirampingkan, (tapi) tidak bisa dihapuskan itu mengurangi kekuasaan otonomi. Itu juga masukan kami," kata dia.
Baca juga: Jika Omnibus Law Berlaku, Pemda Harus Sesuaikan Regulasi
Contoh lainnya adalah soal perizinan re-planting kelapa sawit di seluruh Indonesia yang tetap harus dipertahankan izinnya dari bupati.
Hal tersebut untuk menghindari para pengusaha sawit yang sewenang-wenang dan malah merugikan para petani sawit.
Meski demikian, kata Lukman, pihaknya juga akan membicarakan hal-hal yang menjadi persoalan Adkasi dalam RUU omnibus law cipta kerja tersebut, sebelum disosialisasikan dan disahkan oleh negara.
"Kami datang hari ini bukan protes, tapi memberikan masukan terhadap UU omnibus law," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.