Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi DPRD Kabupaten Tak Ingin Izin Lingkungan Hidup Dihapus lewat Omnibus Law

Kompas.com - 13/03/2020, 13:17 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) meminta agar pemerintah pusat tidak menghilangkan sejumlah ketentuan terkait otonomi daerah melalui penerbitan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Hal itu diungkapkan Ketua Adkasi Lukman Said saat bertemu Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

"Masukan utamanya itu, jangan sampai mengambil kebijakan otonomi daerah," ujar Lukman di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Baca juga: PKS dan Demokrat Belum Punya Sikap soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Salah satu ketentuan yang dikritik yakni soal tidak adanya izin lingkungan hidup bagi para pengusaha.

Pemerintah menghapus izin lingkungan sebagai persyaratan untuk memperoleh izin usaha dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.

Izin lingkungan saat ini masih diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Baca juga: Izin Lingkungan Dihapus lewat Omnibus Law, Ini Penjelasan Menteri LHK

 

Dalam aturan itu disebutkan, izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan.

Jika izin lingkungan dicabut, izin usaha dan atau kegiatan dibatalkan.

Apabila usaha dan atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.

Namun, pasal 40 itu dihapus dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja.

Hal tersebut, kata Lukman, tidak boleh terjadi karena dapat membuat perusahaan berbuat sewenang-wenang.

"Bagaimana caranya tidak ada izin lingkungan. Ini salah satu contoh, jangan sama sekali dihapus, harus ada izin lingkungan hidup. Itu tidak boleh dicabut," kata dia.

Baca juga: Dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Pemda Tak Lagi Berwenang Urus Amdal

Selain itu, pihaknya juga tak menyetujui dengan target pemerintah pusat yang akan mengurangi izin di daerah lewat UU omnibus law cipta kerja.

Sebab, sejumlah daerah sudah memiliki peraturannya sendiri sebelum ada undang-undang.

Ia mencontohkan soal perizinan hak untuk mengusahakan hutan dalam suatu kawasan hutan (HPH) yang merupakan kewenangan pemerintah pusat karena hutan bukan merupakan otonomi.

"Tetapi sebelum membuka HPH itu, ada rekomendasi dari Bupati. Tidak bisa keluar itu (tanpa rekomendasi Bupati). Ini mau dirampingkan, (tapi) tidak bisa dihapuskan itu mengurangi kekuasaan otonomi. Itu juga masukan kami," kata dia.

Baca juga: Jika Omnibus Law Berlaku, Pemda Harus Sesuaikan Regulasi

Contoh lainnya adalah soal perizinan re-planting kelapa sawit di seluruh Indonesia yang tetap harus dipertahankan izinnya dari bupati.

Hal tersebut untuk menghindari para pengusaha sawit yang sewenang-wenang dan malah merugikan para petani sawit.

Meski demikian, kata Lukman, pihaknya juga akan membicarakan hal-hal yang menjadi persoalan Adkasi dalam RUU omnibus law cipta kerja tersebut, sebelum disosialisasikan dan disahkan oleh negara.

"Kami datang hari ini bukan protes, tapi memberikan masukan terhadap UU omnibus law," kata dia. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com