Selain itu, memungkinkan bagi seseorang tertular Covid-19 lewat permukaan sebuah benda di mana sudah terdapat partikel virus itu. Namun, mengutip situs Live Science, Rabu (4/3/2020), CDC mempercayai bahwa transmisi seperti ini jarang terjadi.
Namun, Terawan menyatakan bahwa tidak semua orang yang melakukan kontak dalam jarak dekat (close contact) dinyatakan positif virus ini. Salah satu klaimnya yaitu 188 kru kapal pesiar World Dream dan Princess Diamond yang sebelumnya melakukan close contact dengan pasien positif, hingga kini masih dinyatakan negatif dalam masa karantina.
"Ada sebuah hal yang harus diketahui, tidak semua orang yang kontak itu akan sakit, biar close contact pun belum tentu sakit," kata Terawan di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Baca juga: Menkes: Tak Ada yang Lebih Hebat Tangkal Virus Corona, Kecuali Imunitas Tubuh
Ia pun mengingatkan agar seluruh masyarakat dapat menjaga imunitas tubuh untuk menghindari penularan. Salah satunya yaitu dengan menerapkan pola hidup sehat dan bersih.
"Virus itu kuncinya imunitas yang baik, higienis yang baik, cuci tangan, menurut saya itu semua akan menjadi hal yang paling baik," ujarnya.
Di lain pihak, aksi panic buying dengan memborong masker dan hand sanitizer justru akan mengancam tenaga medis yang menjadi ujung tombak penanganan penyakit ini di rumah sakit.
WHO bahkan menyebut aksi penimbunan dan penyalahgunaan masker justru akan membuat nyawa para tenaga medis di ujung tanduk, sehingga meningkatkan potensi penyebaran virus dan penyakit menular lainnya.
Untuk itu, WHO telah memperingatkan agar seluruh pihak dapat bekerjasama dalam memastikan pasokan peralatan kesehatan dan segala alat perlindungan diri lainnya.
"Tanpa rantai pasokan yang aman, resiko bagi petugas kesehatan di seluruh dunia adalah nyata. Industri dan pemerintah harus bertindak cepat untuk meningkatkan pasokan, mempermudah pembatasan ekspor dan melakukan langkah-langkah untuk menghentikan spekulasi dan penimbunan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dilansir dari laman resmi WHO.
Berdasarkan perhitungan WHO, kebutuhan atas masker medis untuk penanganan Covid-19 mencapai 89 juta per bulan. Sedangkan untuk sarung tangan pemeriksaan mencapai 76 juta dan kacamata sebanyak 1,6 juta per bulan.
3. Gejala klinis corona menjadi lebih "jinak"
Tak seperti saat virus ini pertama kali muncul pada akhir Desember 2019 lalu. Gejala klinis pengidap Covid-19 kini semakin ringan.
Sebelumnya, orang yang mengidap penyakit ini menunjukkan gejala sakit berat, seperti demam tinggi, batuk, pilek dan sesak napas.
"Tidak terlalu berat, panasnya tidak tinggi, batuk tidak terlalu kelihatan sekali, bahkan di beberapa laporan yang kita dapatkan ada yang asimtomatik, tidak menunjukkan gejala," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Baca juga: Virus Corona Jadi Lebih Jinak Menurut Kemenkes, Ini Penjelasannya...
Yuri mengatakan, hal ini terjadi karena virus Covid-19 yang masuk ke tubuh tidak bisa melakukan replikasi atau beranak pinak.
"Kalau dia bisa beranak pinak menjadi banyak, pasti orang itu akan panas. Kalau itu ada di saluran pernapasan atas dalam jumlah yang banyak, pasti akan memacu terbentuknya lendir dan merangsang batuk," ujar Yuri.
"Begitu masuk ke saluran napas bawah, maka akan terjadi kegagalan pernapasan karena seluruhnya akan dilapisi oleh lendir, yang seakan-akan paru-parunya tenggelam," ucap dia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan ini menduga, ada dua kemungkinan yang menyebabkan virus Covid-19 saat ini menjadi jinak.
Pertama, daya tahan tubuh masyarakat semakin baik sehingga virus sulit berkembang biak dalam tubuh. Kedua, ada kemungkinan virus Covid-19 memang sudah semakin lemah. Hal ini memang menjadi karakter virus corona.
Baca juga: Survei: 61 Persen Responden Tak Gunakan Masker setelah Tahu Risiko Penularan Corona
"Karakter corona seperti ini pengalaman 2002, virus corona SARS, setelah setahun lewat berubah jadi seasonal flu, virus masih ada, tapi dampaknya adalah flu musiman seperti flu biasa. Kemudian ada juga H1N1, awalnya angka kematian semula tinggi, tapi kemudian berubah jadi seasonal flu," kata dia.
4. Temulawak hingga jahe sembuhkan Covid-19
Selain masker dan hand sanitizer, keberadaan bahan baku jamu seperti jahe, kunyit, dan temulawak turut menjadi primadona masyarakat. Bahkan, barang-barang tersebut laris manis dengan harga tinggi di sejumlah pasar tradisional.
Di Pasar Kemiri Muka, Depok, Jawa Barat, jahe merah yang biasa dibanderol Rp 60.000 naik menjadi Rp 70.000 per kilogram. Sementara jahe biasa dibanderol menjadi Rp 50.000 per kilogram dari Rp 35.000.
Adapun kunyit yang biasa dipatok seharga Rp 5.000 hingga Rp 6.000 naik dua kali lipat menjadi Rp 12.000. Sementara temulawak harganya naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 50.000.
Baca juga: Harga Jahe Hingga Temulawak Naik, ini Respons Mendag
Kenaikan harga ini terjadi setelah beberapa waktu lalu mencuat penelitian seorang profesor asal Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom.
Formulasi Nidom terdiri dari jahe, kunyit, temulawak, sereh dan bahan-bahan lainnya. Terkait efeknya terhadap virus corona, Nidom berkata bahwa mpon-mpon mengandung curcumin yang berungsi mencegah terjadinya badai sitokin di dalam paru.
Sitokin, ujar Nidom, merupakan respons imun terhadap adanya virus.