JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjamin aparat tidak akan melakukan kekerasan pada saat mengamankan aksi demo buruh menolak draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Mahfud menyampaikan hal itu selepas bertemu dengan perwakilan organisasi buruh.
"Terkait dengan itu (demo), tadi teman-teman KSPI minta jaminan kalau nanti ada demo supaya tidak dihadapi dengan kekerasan, dengan represif dari aparat keamanan," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Rabu (26/2/2020).
"Saya katakan kalau itu kita jamin (tak ada kekerasan)," ucap dia.
Sebab, kata Mahfud, sudah ada standar penanganan aksi demo agar tidak melanggar HAM.
Baca juga: Mahasiswa di Malang Demo Tolak Omnibus Law Cipta Kerja
Mahfud juga menegaskan, pengamanan demo tidak boleh menghalangi penyampaian pendapat.
Polisi, kata dia, sudah menjamin pengamanan demo sesuai prosedur.
"Tidak boleh sampai melanggar HAM dan menghalangi orang untuk menyatakan pendapat karena menyatakan pendapat termasuk unjuk rasa itu dilindungi oleh Undang-Undang nomor 9 Tahun 1998," ucap Mahfud.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bakal menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran demi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi unjuk rasa tersebut akan digelar pada saat DPR RI melangsungkan rapat paripurna.
"Ketika prolegnas sudah diterima, tapi dilanjutkan atau tidak pembahasan draf RUU, itu (dilakukan) di rapat paripurna DPR. Saat itulah aksi besar-besaran anggota KSPI di 24 provinsi akan terjadi," ujar Said dalam konferensi pers di kawasan Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).
Aksi unjuk rasa itu akan dipusatkan di depan Gedung DPR/ MPR Senayan.
Bahkan, Said Iqbal berani menjamin bahwa buruh yang datang pada aksi unjuk rasa itu akan jauh lebih banyak dibandingkan dengan pada saat aksi unjuk rasa serupa, 20 Januari 2020 lalu.
"Serikat buruh lain pun akan bergabung, secara bergelombang datang ke gedung DPR dan menyeluruh di Indonesia akan ada aksi besar-besaran," kata dia.
Baca juga: KSPI: BPJS Kesehatan Bukan BUMN, Publik Harus Dimintai Pendapat soal Kenaikan Iuran
Meski demikian, Said Iqbal memastikan bahwa aksi unjuk rasa itu akan diselenggarakan secara tertib.
KSPI menolak Omnibus Law Cipta Kerja karena dianggap tidak memiliki tiga prinsip yang diusung buruh.
Ketiga hal itu adalah job security atau perlindungan kerja, income security atau perlindungan terhadap pendapatan, serta social security atau jaminan sosial terhadap pekerjaan.
Setidaknya, ada sembilan alasan spesifik mengapa mereka menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Kesembilan alasan itu yakni hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.
Baca juga: Masih Percaya Parpol, KSPI Minta DPR Batalkan Omnibus Law Cipta Kerja
Kemudian, jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dan PHK yang dipermudah.
Selain itu, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.