Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Gabungan Temukan Data Tidak Sinkron soal Harun Masiku, KPK: Itu Urusan Mereka

Kompas.com - 20/02/2020, 16:38 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata tidak mau ambil pusing dengan temuan tim gabungan bentukan Kementerian Hukum dan HAM terkait data kedatangan Harun Masiku yang tidak sinkron.

"Itu kan mekanisme di sana, kan sedang dilakukan apa, audit ya di (Kementerian) Kumham, dari hasil audit kan temuannya itu, kan itu kan untuk urusan internal mereka," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/2/2020).

Alex enggan berspekulasi terkait dugaan perintangan penyidikan yang terjadi akibat ketidaksinkronan data tersebut ataupun adanya unsur kesengajaan dalam kasus ini.

Baca juga: KPK Ungkap Faktor yang Mempersulit Pencarian Nurhadi dan Harun Masiku

Alex juga memaklumi bila petugas Imigrasi yang mencatat kedatangan Harun Masiku tidak segera melapor soal kedatangan tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR itu.

"Kan dia enggak mengerti, misalnya nih, apakah Harun Masiku itu beperkara atau tidak, kan enggak mengerti pada saat kejadian itu. Harus dilihat perkara itu secara keseluruhan," ujar Alex.

Kendati demikian, Alex berharap Kementerian Hukum dan HAM dapat melakukan perbaikan menyusul kasus ketidaksinkronan data ini.

"Itu utusan urusan internal di Kumham dan saya pikir itu juga akan menjadi hal-hal yang perlu diperhatikan di Kumham. Kan enggak hanya Harun Masiku yang enggak termonitor. Ada berapa, 120.000," kata Alexander Marwata.

Baca juga: KPK Ungkap Faktor yang Mempersulit Pencarian Nurhadi dan Harun Masiku

Alex pun menegaskan, KPK tetap serius memburu Harun Masiku meskipun belum membuahkan hasil hingga hari ini.

"Belum ada progres yang disampaikan ke pimpinan, mungkin penyidik sudah ada titik mana yang harus dimonitor namun itu belum terinformasikan ke pimpinan," kata Alex lagi.

Diberitakan sebelumnya, tim gabungan bentukan Kemenkumham menyebut informasi kepulangan Harun lambat diketahui karena data yang tidak sinkron antara data di konter PC Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta dan server Pusat Data Keimigrasian.

"Dapat disimpulkan bahwa informasi yang disampaikan oleh Bapak Menteri (Menkumham Yasonna Laoly) adalah informasi yang sebenarnya bersumber dari data SIMKIM pada Ditjen Imigrasi dan bukan pada data PC konter Terminal 2F Bandara Soetta," kata Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika Syofian Kurniawan, Rabu siang.

Harun Masiku merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 yang turut menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Harun ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu.

KPK sendiri hingga kini belum mengetahui keberadaan Harun. Harun disebut terbang ke Singapura pada Senin (6/1/2020) lalu, dua hari sebelum operasi tangkap tangan terhadap Wahyu dan tersangka lainnya.

Harun kemudian dikabarkan telah tiba kembali di Jakarta pada Selasa (7/1/2020), sehari setelahnya.

Namun, hal ini dibantah oleh pihak Kemenkumham termasuk Menkumham Yasonna Laoly.

Kemenkumham baru mengakui Harun telah berada di Indonesia pada Rabu (22/1/2020). Pihak Imigrasi berdalih, kedatangan Harun terlambat diketahui karena ada kelambatan di Bandara Soekarno-Hatta sehingga informasi kedatangan Harun tak tercatat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com