Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pemisahan Kamar Anak, KPAI: Masih Banyak Keluarga yang Ngontrak

Kompas.com - 20/02/2020, 14:21 WIB
Dani Prabowo,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menilai, perlu adanya pendalaman antara aspek pemisahan kamar anak dengan orang tua melalui prinsip perlindungan anak di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga.

Pada dasarnya, prinsip perlindungan anak mencakup empat hal, yaitu tumbuh kembang, perlindungan, partisipasi dan hak hidup. Keempat prinsip dasar ini harus dilakukan dengan orientasi kepentingan terbaik bagi anak.

“Tapi, apakah kepentingan terbaik ini memisahkan kamar anak laki-laki dan perempuan termasuk bagian dari itu? Tentu kita harus dalami lebih jauh,” kata Jasra kepada Kompas.com, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dikritik, Pengusul: Enggak Jadi Juga Enggak Apa-apa

Ia mengatakan, kepemilikan hunian saat ini masih menjadi persoalan yang dihadapi oleh banyak keluarga.

Hal itu tidak terlepas dari kemampuan masyarakat dalam memiliki hunian yang layak untuk ditinggali.

Bahkan, di kota besar seperti Jakarta, tidak sedikit keluarga yang memilih untuk mengontrak di kontrakan berukuran kecil.

“Tidak semua keluarga punya rumah di Jakarta. Dia (keluarga) ngontrak (di tempat ukuran) 3x3, dapur di situ, kemudian tempat tidur di situ di ruangan yang sama. Apakah kasus-kasus seperti ini bisa dijawab dengan hal seperti itu?” ujar dia.

Baca juga: Angka Perceraian Tinggi, Alasan Anggota DPR Usulkan RUU Ketahanan Keluarga

Menurut Jasra, pemisahan kamar seperti yang akan diterapkan di dalam RUU Ketahanan Keluarga dapat diimplementasikan bila seluruh keluarga di Indonesia telah memiliki hunian yang layak.

Kendati demikian, Jasra sepakat bila kamar anak dan orang tua harus dipisah. Terutama, bila anak-anak tersebut telah beranjak dewasa.

Pasalnya, hal itu berkaitan dengan privasi masing-masing.

“Apakah RUU ini mengatur arah ke sana atau gimana membangun privasi anak. Bagaimana anak-anak ini ya rumah itu jadi idola bagi dia. Ada kenyamanan,” kata Jasra.

“Kalau arahnya ke sana tentu tidak ada masalah. Tentu UU harus bisa jawab problem-problem yang tadi itu. Gimana keluarga yang belum punya hunian layak. Apalagi bicara kamar tadi,” imbuh dia.

Baca juga: Fraksi Partai Golkar di DPR Klaim Tak Pernah Usul RUU Ketahanan Keluarga

Diberitakan, rencana pemisahan kamar anak dengan orangtua ini tertuang di dalam Pasal 33 ayat (2) RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur tentang tempat tinggal layak huni.

Di dalam huruf b disebutkan kriteria tempat tinggal layak huni yaitu memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orangtua dan anak, serta terpisah antara anak laki-laki dan perempuan.

RUU Ketahanan Keluarga sebelumnya diusulkan oleh lima anggota DPR yang berasal dari empat fraksi.

Mereka adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.

Baca juga: Istri Wajib Urus Rumah Tangga di RUU Ketahanan Keluarga, Pengusul: Kebahagiaan Keluarga Tergantung Ibu

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi menyatakan, saat ini usulan RUU tersebut mulai dibahas di Baleg.

Namun demikian, ia memastikan proses pembahasannya masih berjalan panjang.

“RUU tersebut usul inisiatif DPR, masih dalam tahap penjelasan pengusul di rapat Baleg yang selanjutnya akan dibahas di Panja untuk diharmonisasi, sebelum dibawa ke pleno Baleg,”kata Awi, Rabu (19/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com