JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi PAN Ali Taher mengatakan, tak masalah jika RUU Ketahanan Keluarga batal dibahas dan diselesaikan.
Ali diketahui merupakan salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga.
RUU tersebut mendapatkan kritik dari sejumlah pihak karena dianggap diskriminatif dan terlalu mengatur urusan privat warga negara.
"Jangan Anda melihat bahwa ini seolah-olah undang-undang ini adalah undang-undang hukum Islam atau undang-undang yang memiliki kepentingan tertentu. Tidak ada. Enggak jadi juga enggak apa-apa," kata Ali di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Ia menjelaskan, RUU Ketahanan Keluarga bertujuan memberikan perlindungan bagi keluarga.
Menurutnya, banyak persoalan rumah tangga yang tidak tersentuh lewat UU Perkawinan No 1/1974.
"Kami bertanggung jawab terhadap pelanggaran, ya dijamin dong, karena Undang-Undang Nomor 1 (Tahun 1974) tidak mampu untuk menjangkau itu," tutur Ali.
Ali pun membantah RUU Ketahanan Keluarga ini diusulkan untuk menggantikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Baca juga: Fraksi Partai Golkar di DPR Klaim Tak Pernah Usul RUU Ketahanan Keluarga
Ali menegaskan RUU Ketahanan Keluarga diusulkan demi kebutuhan penyelamatan generasi dan reproduksi.
"Enggak (menggantikan RUU PKS). Enggak ada menyaingi. Persoalan sekarang ini adalah kebutuhan. Kebutuhan ini mau dipakai apa enggak, bagi saya nggak ada masalah. Tapi tolong dong selamatkan generasi muda yang akan datang. Jangan dong isu-isu LGBT," kata dia.
"Kita ini memerlukan ada proses reproduksi dalam rumah tangga agar berkelanjutan terhadap umat manusia," imbuh Ali.
Mengenai RUU Ketahanan Keluarga, Komnas HAM mengingatkan Pemerintah dan DPR agar tidak menghasilkan peraturan yang diskriminatif.
Baca juga: Penjelasan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga soal Pasal Larangan BDSM...
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, saat ini Indonesia telah menjadi anggota Dewan HAM PBB sehingga kebijakan yang dibuat seharusnya tak bertentangan dengan prinsip HAM.
"Komnas HAM mengingatkan kepada para pembuat kebijakan dan juga publik secara umum bahwa saat ini Indonesia adalah anggota Dewan HAM, sehingga sudah seharusnya rancangan kebijakan yang akan dihasilkan sesuai standar dengan prinsip dan norma hak asasi manusia," kata Beka, Rabu (19/2/2020).
Salah satu poin yang dinilai diskriminatif dalam RUU tersebut adalah ketentuan wajib lapor bagi keluarga atau individu homoseksual dan lesbian.
Baca juga: Angka Perceraian Tinggi, Alasan Anggota DPR Usulkan RUU Ketahanan Keluarga