Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial Sarankan Pemerintah Kaji Ulang Keputusan Tak Pulangkan WNI Eks ISIS

Kompas.com - 11/02/2020, 22:19 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri menyarankan pemerintah untuk mengkaji ulang keputusan tidak memulangkan WNI yang diduga teroris lintas batas, terutama mantan anggota ISIS, ke Indonesia.

"Pemerintah perlu meninjau ulang rencana kebijakan tersebut (tidak memulangkan). Sebab, dengan tidak memulangkan mereka, sama saja artinya pemerintah lepas tanggung jawab dari kewajiban konstitusionalnya untuk ikut serta dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan global," kata Ghufron dalam keterangan tertulis, Selasa (11/2/2020).

Ghufron menyatakan, opsi memulangkan mereka juga sebenarnya harus dilakukan secara cermat.

Baca juga: Pemerintah Tak Akan Pulangkan WNI Eks ISIS ke Indonesia

 

Pemerintah dinilainya perlu menyusun kebijakan yang komprehensif guna memastikan bahwa pemulangan mereka tidak menimbulkan ancaman bagi keamanan di masyarakat.

Pemerintah, menurut Ghufron, dinilai memiliki modal yang cukup secara legal dan institusional dalam menangani terorisme secara komprehensif, baik dari sisi pencegahan, penindakan dan deradikalisasi.

"Kita punya perundang-undangan yang cukup memadai untuk memulangkan mereka. Secara kelembagaan kita punya instansi yang punya sumber daya, misalnya Kemenag, Kemensos, BNPT, Kepolisian dan lainnya," kata dia.

"Di sisi lain pemerintah bisa mengembangkan peran stakeholder masyarakst. Saya kira ini yang ditunggu masyarakat bagaimana langkah konkret kebijakan pemerintah dalam menangani persoalan ini," ujar dia.

Baca juga: Mahfud Sebut Ada 689 WNI Diduga Teroris Lintas Batas dan Eks ISIS di Timteng

Dalam sikap resminya, Imparsial menyarankan pemerintah untuk memulangkan mereka ke Tanah Air dengan sejumlah catatan tertentu, misalnya memilah-milah sejauh mana peran atau keterlibatan mereka di ISIS.

"Pemerintah sebaiknya melakukan proses hukum terhadap WNI yang memang terlibat kejahatan terorisme ketimbang mencabut kewarganegaraannya," kata peneliti Imparsial Hussein Ahmad.

Jika terdapat WNI yang terlibat aktif sebagai teroris pelintas batas di Suriah dan Irak serta sedang dalam proses hukum di negara tersebut, pemerintah perlu menghormati mekanisme hukum yang berlaku di negara tersebut.

"Sedangkan terhadap mereka yang tidak dalam proses hukum di negara tersebut, maka pemerintah dapat memulangkan WNI tersebut dan memproses secara hukum sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia," kata dia. 

Baca juga: Keputusan Pemerintah Tak Pulangkan WNI Eks ISIS Diharapkan Tak Jadi Polemik

Menurut Hussein, mereka bisa dijerat dengan tindak pidana terorisme apabila terdapat bukti-bukti yang cukup untuk dibawa ke dalam proses hukum.

"Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus bekerja sama dengan pemerintah Suriah dan Irak untuk mengidentifikasi pelaku yang benar-benar menjadi FTF aktif," kata dia. 

Khusus terhadap perempuan dan anak-anak yang dipaksa ikut, Imparsial menyarankan pemerintah melakukan program deradikalisasi secara komprehensif dibandingkan menempuh proses hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com