Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Pasal UU ASN yang Digugat 19 Tenaga Honorer Sudah Pernah Diuji

Kompas.com - 05/02/2020, 18:20 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Rabu (5/2/2020).

Dalam persidangan, Hakim Saldi Isra menyebutkan bahwa empat pasal yang digugat oleh 19 tenaga honorer ini sebelumnya sudah pernah digugat di MK.

Keempat pasal itu ialah, Pasal 1 angka 4, Pasal 6, Pasal 58 Ayat (1), serta Pasal 99 Ayat (1) dan (2). Seluruhnya mengatur tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

"Anda sudah baca putusan-putusan MK terkait dengan pengujian UU ASN ini? Sudah pernah baca belum? Karena pasal atau norma yang saudara persoalkan ini sudah pernah diputus sebelumnya, dimohonkan dan sudah pernah diputus, itu tahu, enggak?," tanya Saldi ke Pemohon dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).

"Kami beberapa sudah baca, Majelis," jawab kuasa hukum pemohon.

Baca juga: Penggugat UU ASN Ingin MK Maknai Tenaga Honorer Bagian dari PPPK

Saldi lantas mengungkap bahwa Pasal 1 angka 4 sudah pernah diputus dalam permohonan perkara Nomor 9 Tahun 2015.

Kemudian, Pasal 6 sudah pernah diputus dalam permohonan Nomor 86 Tahun 2014.

Pasal 58 Ayat (1) sudah pernah diputus dalam putusan Nomor 6 Tahun 2019.

Terakhir, Pasal 99 Ayat (1) dan Ayat (2) juga sudah pernah diputus dalam putusan Nomor 9 Tahun 2015.

Menurut Saldi Isra, dalam hukum beracara di MK yang diatur pada Pasal 60 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011, ayat dan pasal sebuah undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.

Baca juga: Menpan RB: Peralihan Pegawai KPK Jadi ASN Sesuai UU ASN

Kecuali jika pemohon mengajukan batu uji yang berbeda, atau alasan konstitusional yang lain.

"Boleh diajukan lagi dengan dua syarat, dasar pengujiannya berbeda, alasannya juga berbeda. Ini kumulatif," ujar Saldi.

Oleh karena hal tersebut, Saldi menyarankan supaya Pemohon membaca dan mencermati betul empat permohonan uji materi UU ASN yang telah lebih dulu diputus Mahkamah.

Dari situ, pemohon diminta untuk mencari batu uji atau alasan konstitusionalitas yang berbeda dari permohonan sebelumnya.

"Kalau nggak bisa ditemukan itu nanti permohonan saudara tidak bisa melewati Pasal 60 (Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011) itu," kata Saldi.

Baca juga: Gugat UU Lalin, Hakim MK Minta Penggugat Sertakan Bukti Kepemilikan SIM

Diberitakan sebelumnya, ketentuan mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dimuat dalam Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh 19 tenaga honorer.

Dalam gugatannya, para tenaga honorer meminta MK memaknai PPPK bukan hanya sebagai pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja, tetapi juga mengkategorikan tenaga honorer sebagai salah satu bagian dari PPPK itu sendiri.

Ketentuan soal PPPK ini dimuat dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

"Jadi intinya begini, di Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 itu kan disebut ASN terbagi dua, yang satu PNS, yang satunya lagi PPPK. Jadi yang PPPK itu seharusnya dimaknai PPPK itu ada honorer, guru tidak tetap atau seperti yang di Jakarta sekarang KKI (Kontrak Kerja Individu) namanya," kata Kuasa Hukum pemohon, Hechrin Purba, usai persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com