JAKARTA, KOMPAS.com - Dibangun pada masa Kerajaan Islam Demak, Masjid Islam Demak atau Masjid Gelagah Wangi mempunyai kisah yang berkaitan dengan orang-orang Islam Tionghoa.
Secara kasat mata, masjid tersebut memang tampak dipengaruhi oleh kebudayaan Tionghoa. Hal ini terlihat dari piring porselin Tiongkok yang ditempelkan di tembok-tembok masjid.
Masjid Agung Demak juga mempunyai ornamen "kura-kura" yang digunakan sebagai sengkalan atau penanda tahun berdirinya masjid, yaitu 1401 Saka atau 1479 Masehi.
Dikutip dari buku Tionghoa dalam Pusaran Politik (2003) yang ditulis Benny G Setiono, penggunaan ornamen kura-kura merupakan bukti adanya pengaruh Tionghoa.
Baca juga: Jejak Orang Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Pulau Jawa
Sebab, ornamen kura-kura merupakan hewan yang banyak terdapat dalam mitologi Tionghoa dan tidak umum dalam kebudayaan Islam maupun Hindu dan Buddha.
Kentalnya peran orang Tionghoa dalam pembangunan Masjid Agung Demak juga terlihat dari tiang soko gurunya yang terbuat dari potongan kayu yang disusun secara akurat yaitu soko tal atau tatal menggunakan teknologi pembuatan Jung, kapal niaga Tiongkok dari Dinasti Ming.
Padahal, ciri khas arsitektur Hindu atau Buddha adalah dengan teknologi batu yang disusun-susun selayaknya candi-candi yang banyak terdapat di Jawa.
Dalam bukunya itu, Benny juga menceritakan peranan orang-orang Tionghoa dalam membangun Masjid Agung Demak.
Pada 1481, seorang kapten Tionghoa bernama Gan Si Cang menyampaikan permohonan kepada Bupati Semarang Kin San untuk ikut menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Demak.
Dengan meniru kapal Aceh milik Ja Tik Su yang sedang berlabuh di sana, Gan Si Cang dan Kin San memimpin pembuatan jung-jung besar yang mempunyai kecepatan tinggi.
Permintaan Gan Si Cang untuk ikut menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Demak itu pun didasari oleh desakan para tukang kayu di galangan kapal.
Permohonan Gan Si Cang itu kemudian diteruskan ke Jin Bun, nama Tionghoa-nya Raden Patah, raja pemimpin Kerajaan Islam Demak.
Baca juga: Mengenang Gus Dur, Ulama yang Mengaku Berdarah Tionghoa
Setelah mendapat restu Jin Bun, para tukang kayu yang dipimpin Gan Si Cang menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Demak
Saka tatal masjid tersebut dibuat menggunakan teknik konstrukti tiang kapal, tersusun dari kepingan-kepingan kayu yang disusun secara sangat tepat dan rapi.
Tiang tatal itu dinilai lebih kuat menahan angin laut dan taufan dari pada tiang utuh.
Gan Si Cang yang dimaksud ini tidak lain adalah Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo yang dikenal sebagai tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Gan Si Cang sendiri adalah anak dari Gan Eng Cu alias Arya Teja, seorang kapiten Tionghoa yang berkedudukan di Tuban, mertua Bong Swi Hoo atau Sunan Ngampel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.