JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis memeriksa aparat yang diduga menyiksa Lutfi Alfiandi, pemuda yang membawa bendera di tengah aksi demo pelajar STM.
Desakan itu muncul menyusul adanya pengakuan Lutfi yang dianiaya oknum penyidik saat dimintai keterangan di Mapolres Jakarta Barat.
"Penting bagi kapolri memeriksa secara akuntabel dan transparan terhadap siapa penyidik yang melakukan penyidikan dalam kasusnya Lutfi," ujar Deputi Koordinator Advokasi KontraS Putri Kanesia di PTUN Jakarta, Rawamangun, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).
Menurut Putri, penyelidikan Kapolri terhadap anggotanya penting dilakukan. Sebab, dugaan penyiksaan oleh oknum penyidik bukan kali pertama terjadi.
Baca juga: Kontras: Jika Dugaan Penyiksaan Terbukti, Pengadilan atas Lutfi Dapat Dibatalkan
Selain itu, hasil penyelidikan itu bisa jadi rujukan pengadilan untuk mengambil keputusan.
"Itu penting karena saya mau melihat dari beberapa kasus, saya tidak bilang di semua institusi polisi ada penyiksaan, tetapi ada beberapa kasus di mana penyiksaan terjadi ada di tingkat penyidikan," ucap Putri.
Mengutip dari laman Kontras.org, sebelumnya juga pernah terjadi penyiksaan dalam proses penyidikan.
Kasus Dani Susanda di Tasikmalaya pada 2014 silam, misalnya.
Saat itu, Dani mengalami penyiksaan ketika polisi dari kesatuan Polres Tasikmalaya dibantu Polda Jawa Barat melakukan penyidikan.
Penyidikan itu terkait tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap dua anggota keluarga yang meninggal dunia pada 9 November 2014 di. Dalam kasus ini, Dani sebagai tersangka.
Pada tanggal 13-14 November 2014 di Polsek Kawalu, Polsek Indihiang dan Polres Tasikmalaya, Dani mengalami penyiksaan secara keji.
Ia mengaku dipukul, dipecut dengan kabel, ditekan jakunnya hingga nyaris pingsan.
Kemudian, dimasukkan ke kantong mayat bekas korban hingga diancam jari tangannya akan dipotong dengan samurai.
Baca juga: Lutfi Mengaku Disetrum Polisi, Anggota Ombudsman Bicara soal Pembuktian
Tindakan-tindakan penyiksaan tersebut diamini oleh majelis hakim yang memeriksa di tingkat pertama.
Melalui Putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya Nomor 28/Pid.B/2015/PN.Tsm, majelis hakim menyatakan bahwa meyakini adanya penyiksaan dan penghilangan barang bukti.
Atas pertimbangan tersebut, majelis hakim kemudian memberikan putusan bebas dari seluruh dakwaan jaksa (vrijspraak).
Kemudian, kasus kematian Ramadan Suhudin yang diduga terlibat pencurian kendaraan bermotor bersama enam orang lainnya pada 2011 di Samarinda, Kalimantan Timur.
Ramadhan meninggal setelah mendapatkan penyiksaan saat diperiksa di Kantor Polresta Samarinda pada 16 Oktober 2011.
Karena itu, lanjut Putri, peristiwa penyiksaan tersebut juga bisa menjadi acuan Kapolri dalam mengambil langkah pemeriksaan terhadap aparatnya.
"Peristiwa-peristiwa tersbut sebenarnya bisa jadi acuan bagi Kapolri, bahwa peristwa-peristiwa penyiksaan itu juga banyak terjadi di tingkat penyidikan," kata Putri.
Sebelumnya diberitakan, Lutfi Alfiandi, pemuda yang fotonya viral karena membawa bendera di tengah aksi demo pelajar STM, mengaku dianiaya oknum penyidik saat ia dimintai keterangan di Mapolres Jakarta Barat.
Lutfi membeberkan bahwa dirinya terus-menerus diminta mengaku telah melempar batu ke arah polisi.
"Saya disuruh duduk, terus disetrum, ada setengah jamlah. Saya disuruh ngaku kalau lempar batu ke petugas, padahal saya tidak melempar," ujar Lutfi di hadapan hakim, Senin.
Baca juga: Mengaku Dianiaya Polisi, Lutfi Alfiandi Dipersilakan Lapor ke Propam
Lutfi saat itu merasa tertekan dengan perlakuan penyidik terhadapnya. Sebab, ia disuruh mengaku apa yang tidak diperbuatnya.
Desakan itu membuat dia akhirnya menyatakan apa yang tidak dilakukannya.
"Karena saya saat itu tertekan, makanya saya bilang akhirnya saya lempar batu. Saat itu kuping saya dijepit, disetrum, disuruh jongkok juga," kata Lutfi.
Namun, dugaan penyiksaan itu terhenti saat polisi mengetahui foto Lutfi viral di media sosial.
"Waktu itu polisi nanya, apakah benar saya yang fotonya viral. Terus pas saya jawab benar, lalu mereka berhenti menyiksa saya," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.