Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Serentak Dinilai Tenggelamkan Isu Daerah Saat Masa Kampanye

Kompas.com - 13/01/2020, 17:27 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyanto, mengatakan salah satu kelemahan pemilu serentak lima kotak adalah tenggelamnya isu-isu daerah pada saat kampanye.

Hal tersebut terjadi pada Pemilu Serentak 2019 lalu.

"Salah satu kritik terhadap Pemilu 2019 adalah hilangnya isu-isu daerah dalam kampanye akibat terpaan isu nasional yang dibawakan calon presiden bersama tim kampanye nasional, ujar Didik saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan uji materi terkait peraturan keserentakan pemilu di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).

Sebagaimana diketahui, pemilu serentak pada 2019 digelar untuk memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD, anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota.

Baca juga: Catatan Pertemuan Mendagri dan Sekjen Parpol, dari Sistem Politik hingga Keluhan soal Pemilu Serentak

Menurut Didik, tenggelamnya isu daerah bisa dipahami karena sumber daya, dana dan penguasaan media ada di tim kampanye capres-cawapres.

Selain itu, masyarakat juga tertarik dengan isu-isu nasional daripada isu-isu daerah.

"Sebab sebagian masyarakat meyakini bahwa kebijakan nasional akan mempengaruhi kebijakan daerah. Bukan sebaliknya," lanjut Didik.

Menurut Didik, terpaan isu nasional yang melenyapkan isu daerah ternyata sudah terjadi sejak masa kampanye pemilu legislatif 2004 dan 2009.

Saat itu, pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR RI dan DPD berbarengan dengan pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten dan kota.

"Akibatnya, (kondisi) yang bersamaan ini telah menyingkirkan isu-isu daerah. Sebab lebih mudah bagi partai untuk mengangkat isu nasional dan memerintahkan jajaran partai di daerah untuk menduplikasi sebagian bahan kampanye itu, " jelas Didik.

Dampaknya, kondisi ini membuat partai dan caleg DPRD tidak menawarkan dan tidak memperhatikan tuntutan publik atas isu-isu daerah.

"Karenanya, pemilu sebagai wahana bagi pemilih dan calon anggota DPRD untuk membahas berbagai masalah daerah sebagai masukan pembuatan kebijakan pemerintah daerah tidak berjalan di pemilu 2019, pemilihan legislatif 2004 dan pemilihan legislatif 2009," tegas Didik.

Dia menilai, kondisi seperti ini tidak sesuai dengan Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.

"Pasal 18 UUD 1945 ada kaitan jelas antara pemilu untuk memilih kepala daerah dan anggota DPRD dengan fungsi pemerintahan daerah dalam menjalankan otonomi," ungkap Didik.

"Sebab dalam menjalankan pemerintahan daerah, kepala daerah dan anggota DPRD harus menempatkan isu-isu daerah sebagai basis kebijakan," lanjutnya.

Artinya, kata Didik, secara tesirat konstitusi menempatkan kampanye pemilu sebagai hal penting dan wahana bagi calon kepala daerah dan calon anggota DPRD untuk menawarkan isu daerah yang akan menjadi kebijakan daerah.

Sebelumnya, Perludem mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan pasal 201 ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan Perludem meminta MK menafsirkan konstitusisionalitas pemilu serentak dengan lima kotak.

"Dengan fakta-fatka dan argumentasi hukum baru dalam pandangan Perludem dan didukung ahli yang kita hadirkan, kami memandang pemilu serentak 5 kotak tidak mampu memenuhi asas kepemiluan yang dikehendaki putusan MK terdahulu," ujar Titi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).

Dalam putusan terdahulu, MK memandang keserentakan pemilu bertujuan memperkuat sistem presidensial dan menegaskan efisiensi pelaksanaan pemilu.

"Namun, dalam praktiknya (pemilu serentak) kurang manusiawi dari sisi beban," lanjut Titi.

Sehingga, Perludem meminta MK menyatakan keserentakan pemilu bisa dibagi menjadi dua.

"Kami minta bahwa mahkamah menyatakan keserentakan pemilu yang dimaksud adalah pemilu serentak nasional untuk memilih DPR, DPD dan Presiden secara berbarengan," ujar Titi.

"Lalu, dengan selang dua tahun setelahnya diselenggarakan pemilu serentak daerah untuk memilih DPRD provinsi, kabupaten dan kota dan kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota," jelasnya melanjutkan.

Baca juga: Dinilai Kurang Manusiawi, Perludem Gugat Aturan Pemilu Serentak ke MK

Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu mengatur bahwa pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.

Sementara itu, pasal 201 ayat (7) UU Pilkada menyatakan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.

Adapun pada Senin (13/1/2020) permohonan uji materi perkara nomor 55/PUU-XVII/2019 ini memasuki sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com