JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkap temuan surveinya bahwa 39 persen dari 1.540 responden menganggap China merupakan negara paling berpengaruh di Asia.
Hal itu merupakan hasil survei LSI yang dilakukan pada periode 10 sampai 15 Juli 2019. Hasil survei ini dipaparkan oleh Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, Minggu (12/1/2020).
Responden diberi pertanyaan, menurut Ibu/Bapak negara mana yang paling berpengaruh di kawasan Asia?
"Jadi pada 2019 itu, China dianggap sebagai negara paling berpengaruh di Asia. Disusul Amerika Serikat sebesar 18 persen, Jepang ada 14 persen, India sebesar 1 persen dan Rusia sebanyak 1 persen. Jadi lima negara terbesar yang dianggap berpengaruh di Asia adalah itu," kata dia dalam paparannya di Hotel Erian, Jakarta, Minggu.
Baca juga: Guru Besar UI: Sampai Kiamat, Persoalan Indonesia Vs China di Natuna Tak Akan Selesai
Sementara, responden yang menjawab negara lainnya sebesar 2 persen, tidak mengerti pertanyaan sebanyak 1 persen, menjawab tidak tahu sebesar 23 persen dan menolak menjawab sebesar 10 persen.
Menurut Djayadi, jika dibandingkan dengan hasil survei pada tahun 2011 dan 2016, ada perubahan sikap publik dalam menilai negara mana yang paling berpengaruh di Asia.
"Biasanya yang berpengaruh itu adalah AS, bahkan Jepang biasanya nomor dua. Tapi mulai 2016 sampai ke 2019 terjadi peningkatan persepsi masyarakat tentang negara paling berpengaruh di Asia. China meroket tajam meninggalkan AS dan Jepang, apalagi Rusia dan India," katanya.
"Jadi di tengah peningkatan tajam persepsi China itu diikuti menurunnya persepsi tentang pengaruh AS dan Jepang selama sekitar 10 tahun terakhir," ungkapnya.
Baca juga: Peristiwa di Natuna, Berikut Insiden di Dunia yang Melibatkan Nelayan China
Selanjutnya, kata Djayadi, responden diberi pertanyaan, apakah AS dan China menguntungkan atau merugikan Anda?
Hasilnya, yang menilai AS merugikan kawasan Asia sedikit lebih banyak dibanding yang menilai menguntungkan, yaitu 30 persen menjawab menguntungkan dan 33 persen menjawab merugikan.
Namun, jika dibandingkan survei tahun 2016, tren persepsi positif responden terhadap pengaruh AS di Asia cenderung meningkat.
Di tahun 2016, responden yang menjawab menguntungkan adalah 26 persen dan merugikan sebesar 32 persen.
Baca juga: RI Buka Peluang Kerja Sama dengan China Kelola ZEE Natuna
Sebaliknya, tren persepsi negatif cenderung meningkat terhadap China jika dibandingkan survei 2016.
Di tahun 2016, responden yang menjawab menguntungkan sebanyak 36 persen dan menjawab merugikan sebesar 19 persen.
Di tahun 2019, responden yang menjawab menguntungkan menjadi 34 persen dan merugikan juga sebanyak 34 persen.
"Di 2019, yang menilai China menguntungkan Asia memang seimbang dengan yang menilai merugikan. Namun, tren penilaian atas China cenderung negatif," ujar dia.
Baca juga: Trump: Pembahasan Kesepakatan AS-China Fase 2 Bisa Diselesaikan Setelah Pilpres
Menurut dia, temuan tahun 2019 ini bergantung pada sejumlah faktor yang melekat pada responden, seperti pilihan presiden dan wakil presiden, pilihan partai, kondisi ekonomi, pendapatan hingga pendidikan.
"Misalnya, makin buruk persepsi seseorang terhadap kondisi ekonomi di Indonesia maka persepsi terhadap China semakin negatif. Demikian juga terhadap kepuasan kinerja presiden, orang yang puas dengan kinerja presiden cenderung lebih positif terhadap China. Orang yang tidak puas terhadap kinerja presiden cenderung lebih negatif," kata dia.
Djayadi juga menyebutkan, responden yang memilih partai pendukung pemerintah cenderung positif terhadap pengaruh China maupun AS di Asia dan Indonesia.
"Menurut demografi, dari segi gender tidak terlalu ada perbedaan, dari segi desa kota. Tapi dari segi pendidikan, makin tinggi pendidikan memang cenderung persepsinya negatif terhadap China. Makin tinggi pendapatan juga cenderung makin negatif terhadap persepsinya. Jadi ada pengaruh kelas juga di sini," kata dia.
Baca juga: KNTI: Tabrak Kapal Nelayan RI di Natuna, China Langgar Hukum Internasional
Populasi dalam survei ini adalah warga Indonesia yang sudah memiliki hak memilih dalam Pemilu.
LSI mengambil sampel sebanyak 1540 responden melalui metode stratified multistage random sampling dari populasi.
Responden terpilih diwawancarai secara tatap muka oleh tim survei LSI yang telah dilatih.
Adapun margin of error dalam survei ini adalah plus minus 2,5 persen. Artinya, persentase dalam temuan survei bisa bertambah atau berkurang sebanyak 2,5 persen. Tingkat kepercayaan survei ini sebesar 95 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.