JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta mengkritik program naturalisasi sungai yang diatur melalui Pergub DKI Jakarta.
Direktur Walhi DKI Jakarta Tubagus Ahmadi menilai, program naturalisasi sungai di Jakarta tidak melibatkan masyarakat.
"Konsep naturalisasi, lebih baik ketimbang normalisasi. Tapi kan naturalisasi ini sebenarnya sudah dilakukan teman-teman komunitas Ciliwung dan sebagainya. Tetapi ketika konsep dituangkan ke pergub, pelibatan masyarakat tidak dimasukkan dalam pergub itu," kata Tubagus dalam konferensi pers tentang bencana banjir Jabodetabek di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Senin (6/1/2020).
"Padahal tantangan naturalisasi adalah gimana ada pelibatan masyarakat di situ," ujarnya.
Baca juga: Lawakan Tak Lucu Awal Tahun: Normalisasi versus Naturalisasi
Di lain sisi, ia juga mengkritik eksekusi normalisasi sungai yang pendekatannya selalu dengan penggusuran warga.
Menurut Tubagus, Pemprov DKI Jakarta seharusnya bisa memikirkan alternatif lain yang juga melibatkan partisipasi warga.
"Dalam catatan LBH, normalisasi selalu pendekatannya penggusuran. Memang penggusuran saja PUPR kerjanya? Enggak. Bisa bagaimana membangun permukiman yang adaptif. Apakah dipikirkan? Ini minim partisipasi warga," tuturnya.
Namun, dia mengatakan sudah bukan saatnya memperdebatkan konsep naturalisasi atau normalisasi.
Baca juga: Naturalisasi dari Anies Baswedan hingga Paul Cumming...
Tubagus mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harus mampu berkoordinasi dengan baik agar menghasilkan solusi terbaik bagi warga. Ia mencontohkan penanganan sedimentasi.
"Nah, sekarang soal betonisasi dan naturalisasi. Perdebatan mereka artinya menandakan pembangunannya tidak partisipatif. Misal PU betonisasi. Apa kerjaannya hanya betonisasi? Enggak. Banyak tugas PU dalam urusan sungai, bisa sedimentasi," kata Tubagus.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja, berbicara soal restorasi sungai.
Ia menjelaskan restorasi merupakan upaya perbaikan lingkungan di sekitar sungai.
"Kalau yang tadi normalisasi dalam artian volumenya, restorasi itu perbaikan lingkungannya," jelas Elisa.
Baca juga: Bantah Silang Pendapat dengan Anies, Basuki: Normalisasi dan Naturalisasi Sama-sama Lebarkan Sungai
"Misalnya, secara tata ruang kiri kanannya itu contohnya di DAS (daerah aliran sungai) perkebunan semuanya mengalirkan pupuk yg akhirnya mencemari sungai. Itu diubah DAS-nya, dibuat nyaring dulu, terus direboisasi. Itu bagian dari restorasi," kata dia.
Menurutnya, konsep restorasi memungkinkan untuk digabung dengan normalisasi. Elisa mengatakan hal ini diimplementasikan di Singapura.
"Ada juga yang digabungkan antara restorasi dan normalisasi seperti di Kallang River di Singapura. Mereka melakukan pengerukan juga, tapi di satu sisi kiri kanan yang dia beton diganti degann yang alami. Jadi bisa juga itu digabungkan," kata Elisa.
UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk membantu korban yang terkena dampak banjir. Sumbangkan rezeki Anda untuk membantu meringankan beban mereka dengan cara klik di sini untuk donasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.