Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Suap, Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Juga Didakwa Pencucian Uang

Kompas.com - 30/12/2019, 18:43 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

Hal itu diungkapkan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/12/2019).

"(Terdakwa melakukan) kejahatan berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang, atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," kata Jaksa Wawan Yunawarto saat membacakan dakwaan.

Jaksa menuturkan, perbuatan TPPU itu dilakukan lewat tujuh cara.

Baca juga: Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Didakwa Terima Suap dari Soetikno Soedarjo

Pertama, mentransfer uang menggunakan rekening atas nama Woodlake International Limited ke rekening atas nama Mia Badilla Suhodo, untuk kemudian ditransfer ke rekening atas nama Sandrina Abubakar dan Eghadana Rasyid Satar.

Kemudian, Emirsyah disebut membayar hutang kredit di UOB Indonesia, membayarkan biaya renovasi rumah di daerah Kebayoran Lama, dan membayarkan pembelian apartemen di Melbourne Australia.

Tidak hanya itu, Emirsyah juga disebut telah menempatkan rumahnya di kawasan Grogol, untuk jaminan memperoleh kredit dari UOB Indonesia sebesar 840 dollar Amerika Serikat.

Keenam, ia disebut telah menitipkan uang sebesar 1,458 juta dollar Amerika Serikat dalam rekening Woodlake International ke rekening milik Soetikno Sudarjo.

Terakhir, Emirsyah disebut telah mengalihkan kepemilikan satu unit apartemen di Singapura kepada Innospace Invesment Holding.

Baca juga: Didakwa TPPU dan Suap Emirsyah Satar, Soetikno Soedarjo Tak Ajukan Eksepsi

Terkait pengadaan mesin dan pesawat Garuda

Jaksa mengungkapkan, uang yang digunakan dalam tujuh kegiatan di atas merupakan uang suap yang diterima Emirsyah dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

"Yang diketahui atau patut dapat diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yaitu terdakwa (Emirsyah Satar) mengetahui atau patut dapat menduga bahwa harta kekayaannya tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia," kata Wawan.

Atas perbuatannya itu, Emirsyah didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Diberitakan sebelumnya, Emirsyah juga didakwa menerima suap dari Soetikno Sudarjo dengan uang senilai Rp 5.859.794.797, 884.200 dollar Amerika Serikat, 1.020.975 Euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.

Uang itu diberikan Soetikno supaya Emirsyah dapat memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan oleh PT Garuda Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com